Senin, 02 Desember 2013

Shalat Sunnah Antara Maghrib dan Isya’



 Inilah  Shalat Sunnah Antara Maghrib dan Isya'


Berikut ini adalah amalan sunnah yang jarang diketahui oleh sebagian kaum muslimin, Yaitu shalat sunnah antara Waktu maghrib dan Isya’ Jumlahnya tidak terbatas, bisa dikerjakan saat – saat waktu luang, di kerjakan dua rakaat satu salam, hal tersebut termasuk amalan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallalahu’alaihi wasallam dan juga Shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
.
1.      Shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan.:
.
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَالَتْ لِي أُمِّي مَتَى عَهْدُكَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقُلْتُ مَا لِي بِهِ عَهْدٌ مُنْذُ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَهَمَّتْ بِي قُلْتُ يَا أُمَّهْ دَعِينِي حَتَّى أَذْهَبَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا أَدَعُهُ حَتَّى يَسْتَغْفِرَ لِي وَيَسْتَغْفِرَ لَكِ قَالَ فَجِئْتُهُ فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الْمَغْرِبَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَامَ يُصَلِّي فَلَمْ يَزَلْ يُصَلِّي حَتَّى صَلَّى الْعِشَاءَ ثُمَّ خَرَجَ.
.
“Dari Hidzaifah Radhiyallahu ‘anhu …. Maka aku mendatangi beliau [yakni Nabi sallallahu alaihi wasallam]. aku shalat maghrib bersama beliau. Seusai shalat (maghrib) beliau berdiri shalat  sunnah dan terus menerus beliau shalat sunnah hingga beliau shalat isya kemudian beliau keluar.”
.
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (38/430 no. 23436) cetakan Muassasah Ar-risalah. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih, hadits ini di shahihkan oleh imam Al-Arna’ut dalam Tahqiq Musnad Ahmad, dan juga Syeikh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil (2/222).
.
2.      Dari anas radhiallahu anhu, tentang ayat As sajdah ayat 16:
.
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
.
lambung mereka jauh dari tempat tidurnya sedang mereka berdoa kepada rabbnya dengan rasa takut dan harap dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka (As-Sajdah: 16)
.
Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu berkata tentang ayat ini: “Mereka bangun untuk shalat  sunnah antara maghrib dan isya.” 
.
(Hadits diatas sanadnya Shahih, HR. At-Tirmidzi dalam As-Sunan no. 3781 dan beliau mengatakan hasan shahih, di shahihkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrok, Adz-dzahabi, dan Syeikh Al-Albani dalam irwa’ul Ghalil (2/222), dan Syeikh Abdul Muhsin dalam Majmu’ Rasa’il)
………………..
Imam Asy-Syaukani Rahimahullah menyebutkan : Hadis yang disebutkan diatas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak shalat antara magrib dan isya. Al-iraqi mengatakan, ‘Di antara sahabat yang shalat antara magrib dan isya adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Salman Al-Farisi, dan Ibnu Malik dari kalangan Anshar,
.
kemudian di kalangan tabi’in, ada Al-Aswad bin Yazid, Utsman An-Nahdi, Ibnu Abi Mulaikah, Said bin Jubair, Ibnul Munkadir, Abu Hatim, Abdullah bin Sikkhir, Ali bin Husain, Abu Abdi Rahman Al-Uhaili, Qodhi Syuraih, dan Abdullah bin Mughaffal. Sementara ulama yang juga merutinkannya adalah Sufyan At-Tsauri. (Nailul Authar, 3:60)
……………….
Sebagian orang menamai shalat antara maghib dan isya’ ini dengan nama shalat  “Awabin” Namun dalil yang mereka sebutkan adalah dalilnya dha’if,
.
Berikut ini dalilnya:
.
(من صلى ما بين صلاة المغرب إلى صلاة العشاء؛ فإنها صلاة الأوابين) .
Artinya:
“Barangsiapa yang shalat sunnah antara shalat Maghrib sampai  isya’ maka sesungguhnya ia telah mengerjakan shalat Awabin.” (Dha’if HR ibnu Mubarok dalam Kitab Az-Zuhd (10/14), hadits ini di dha’ifkan oleh Syeikh Al-Albani karena sanadnya Mursal (Adh-Dha’ifah : 4617))
.
Bahkan yang benar adalah shalat Awabin adalah nama lain dari shalat Dhuha. Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu Alaihi asallam :

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى عَلَى مَسْجِدِ قُبَاءَ، أَوْ دَخَلَ مَسْجِدَ قُبَاءَ، بَعْدَمَا أَشْرَقَتِ الشَّمْسُ، فَإِذَا هُمْ يُصَلُّونَ فَقَالَ: " إِنَّ صَلَاةَ الْأَوَّابِينَ كَانُوا يُصَلُّونَهَا إِذَا رَمِضَتْ الْفِصَالُ "
.
Artinya:
Dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendatangi masjid Quba’ atau masuk ke masjid Quba’ setelah terbitnya matahari, tiba-tiba mereka (para sahabat) mengerjakan shalat Dhuha, Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
.
“Shalatnya awwabin adalah shalatnya seseorang disaat anak unta merasakan kakinya kepanasan karena terbakar panasnya pasir.” (Shahih, HR Ahmad (32/92 no. 19346), Ibnu Abi Syaibah (2/173 no. 7785), dll. Lafadz Milik Imam Ahmad. Di shahihkan oleh Syeikh Syu’aib Al-Arna’ut dalam Tahqiq Musnad Ahmad).
.
Yang benar adalah Shalat tersebut adalah shalat Mutlak yang dikerjakan diantara maghrib dan isya’ sebagaimana yang disebutkan oleh Syeikh Abdul Muhsin, dan selainnya.
.
Maraji’:
Majmu’ Rasail Karya Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr
Irwa’ul Ghalil Fi Takhriji Ahaditsi Manaris Sabil Karya Syeikh Nashiruddin Al-Albani
Fathul Ghifar Al-Jami’ Li Ahkami Sunnati Nabiyyina Al-Mukhtar Karya Al-Hasan bin Ahmad As-Shan’ani
.
Penulis: Lilik ibadur.Rohman. S.Th.I

Rabu, 27 November 2013

WUDHU YANG DI HUKUMI SUNNAH



Hal-Hal yang Menyebabkan Kita Disunnahkan berwudhu’ 
.
a. Ketika hendak berdzikir dan berdoa kepada Allah
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa bahwa dia pernah mengabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Abu Amir pernah berkata kepadanya, “Sampaikan salamku kepada Nabi dan mohonlah kepada beliau untuk memintakan ampun untukku.” Tatkala Abu Musa menyampaikan hal tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta air untuk berwudhu’ setelah berwudhu’ beliau mengangkat kedua tangannya sambil berdoa, 
.
«اللهمَّ اغْفِرْ لِعُبَيْدٍ أبِي عَامِرٍ»
.
“Wahai Allah, ampunilah Ubaid Abu Amir!” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al_Bukhari yang disyarah dalam kitab Fathul Bari (VIII/41) dan Imam Muslim (IV/1944). Kisah di atas terdapat dalam riwayat Muslim.]
.
b. Ketika hendak tidur
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al_Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
إِذا أتيت مضجعك فَتَوَضَّأ وضوءك للصَّلاة ثمَّ اضْطجع على شقك الْأَيْمن
.
Artinya:
“Bila kamu hendak tidur berwudhu’lah sebagaimana kamu berwudhu’ untuk shalat. Kemudian berbaringlah dengan bertumpuh pada tubuh bagian kanan.” [Shahih, HR. Bukhari (XI/113) dan Muslim (IV/2081)]
.
c. Setiap kali berhadats.
 .
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, 
.
أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ: " يَا بِلَالُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الجَنَّةِ؟ مَا دَخَلْتُ الجَنَّةَ قَطُّ إِلَّا سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي،
.
“Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Bilal, lalu berkata padanya, “Hai Bilal, dengan amal apa kamu bisa berjalan mendahuluiku di surga? Tadi malam di surga aku mendengar suara terompahmu di depanku.” 
.
فَقَالَ بِلَالٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلَّا صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ، وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلَّا تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَيَّ رَكْعَتَيْنِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بِهِمَا»
.
Bila menjawab,: “Setiap kali sehabis menguman-dangkan adzan saya shalat dua raka’at (shalat sunnah rawatib), dan setiap kali berhadats saya berwudhu’ dan setelah berwudhu, saya mengerjakan shalat dua rakaat sunnah.” [Shahih, HR. Timidzi hadits no. 3954 dan Ahmad (V/360). Di shahihkan oleh imam Al-Arna’ut, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Albani, dll. (Shahih At_Taghrib wa At_Tarhib (I/87) hadits no. 196).
.
Dari hadits diatas menunjukkan di sunnahkannya Wudhu setiap kali berhadats, lalu shalat 2 Raka'at setelah wudhu.
.
d. Setiap kali hendak shalat Wajib 5 waktu, walaupun belum batal wudhunya.
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
«لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالْوُضُوءِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَمَعَ كُلِّ وُضُوءٍ سِوَاكٌ،
.
“Kalau sekiranya tidak memberatkan umatku biscaya aku perintahkan mereka untuk berwudhu’ setiap kali hendak shalat dan aku perintahkan bersiwak setiap kali hendak berwudhu’.” [Hasan, HR. Ahmad. Di hasankan oleh imam Al-Mundziri, Al-Albani, Al-Arna’ut, dll. (Shahih At_Taghrib wa At_Tarhib (I/86) hadits no. 95]
.
e. Sehabis membawa/memikul jenazah.
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
«مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ، وَمَنْ حَمَلَ جِنَازَةً فَلْيَتَوَضَّأْ»
.
“Barangsiapa selesai memandikan mayat hendaklah mandi dan barangsiapa selesai membawa/memikul jenazah hendaklah berwudhu’.” [Shahih, HR. Abu Dawud, At_Tirmidzi, Ahmad dan lainnya. (Irwa’ Al_Ghalil  (I/173) hadits no. 144 dan kitab Tamam Al_Minnah hal. 112)]

Hadits diatas tentang perintang mandi tidaklah menunjukkan wajib, karena adanya hadits berikut ini: 



وأخرج الحاكم 1/386، والبيهقي 3/398 من حديث ابن عباس: "ليس عليكم في غسل ميتكم غسل إذا غسلتموه، فإن ميتكم ليس بنجس، فحسبكم أن تغسلوا أيديكم ". وسنده جيد، وهو عند الحاكم مرفوع وصححه ابن حجر في الفتح.
Artinya:
Tidaklah di wajibkan mandi atas kalian -ketika kalian selesai memandikan jenazah, karena sesungguhnya jenazah kalian tidak najis, maka cukuplah bagi kalian untuk cuci tangan." (Hasan, Hr Al-Hakim dan Al-Baihaqi, di shahihkan oleh Al-Hakim, di hasankan oleh ibnu Hajar dalam Fathul Bari) 
.
f. Sehabis muntah
.
Dalam hadits shahih di sebutkan:
.
مَعْدَانُ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " قَاءَ فَأَفْطَرَ " قَالَ: فَلَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَقُلْتُ: إِنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ أَخْبَرَنِي أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " قَاءَ فَأَفْطَرَ " قَالَ: صَدَقَ أَنَا صَبَبْتُ لَهُ وَضُوءَهُ
. Artinya:
Dari Ma’dan Rahimahullah, berkata: Sesungguhnya Abu Darda’ pernah mengabarkan bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah Muntah, lalu beliau berbuka (dari puasanya), Kata Ma’dan: Setelah itu aku menemui Tsauban Radhiyallahu Anhu di Masjid Dimasyqi,  lalu aku berkata: Sesungguhnya  Pernah menyampaikan hadits yang berbunyi :
Sesungguhnya Abu Darda’ pernah mengabarkan bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah Muntah. Lalu Tsauban menjawab: Itu Benar, saya juga yang menuangkan air wudhu untuk Rasulullah (karena beliau Muntah).“ (Shahih, HR Ahmad, di shahihkan oleh Imam Al-Arna’ut, Al-Albani, dll ) (Irwa’ Al_Ghalil  (I/147) hadits no. 111)
.
g. Setelah memakan makanan yang dipanggang / dibakar,
.
Berdasarkan hadits shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
«تَوَضَّئُوا، مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ»
.
“Berwudhu’lah kalian sehabis makan makanan yang tersentuh api.” [HR. Muslim (I/272)]
.
Perintah dalam hadits di atas, kita hukumi sunnah karena ada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Amru bin Ummayah, dan Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhum:
.
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكَلَ كَتِفَ شَاةٍ، ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ»      
.
"Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah suatu ketika makan daging yang dipanggang/dibakar, kemudian langsung shalat tanpa berwudhu’ lagi. [HR. Al_Bukhari hadits no. 5408 dan Muslim (I/273)]
.
h. Hendak makan dalam keadaan junub
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, 
.
«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا، فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ»
.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila dalam keadaan junub, lalu ingin makan atau tidur, beliau berwudhu’ sebagaimana wudhu’ ketika hendak shalat.” [HR.  Muslim (I/248) hadits no. 305]

Namun Setelah Wudhu tetap di wajibkan mandi Janabah Juga, Karena Wudhu tidak dapat mensucikan Hadats Besar -seperti junub, dll. 
.
i. Ketika hendak mengulang persetubuhan.
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
«إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ، فَلْيَتَوَضَّأْ»
.
“Apabila salah seorang dari kalian bersetubuh dengan istrinya, lalu hendak mengulang lagi, maka hendaklah berwudhu’ terlebih dahulu.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (I/249) hadits no. 308]
.
Namun Rasulullah kadangkala mengulang persetubuhan pada istri-istrinya, tapi tidak berwudu di setiap pengulangannya, dan beliau mandi setelah persetubuhan selesai. Dalam hadits disebutkan:
 .
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ بِغُسْلٍ وَاحِدٍ»
.
Artinya:
Bahwasanya  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggilir istri-istrinya dengan satu kali mandi (yaitu Mandi Janabah). [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas radhiyallahu ‘anhu (I/249) hadits no. 309]
.
j. Ketika ingin tidur dalam keadaan junub
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata”
 .
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ، وَهُوَ جُنُبٌ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ، قَبْلَ أَنْ يَنَامَ».
.
“ Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin tidur sedangkan beliau dalam keadaan  junub, maka beliau berwudhu’ terlebih dahulu sebelum tidur seperti wudhu waktu shalat.” (HR Muslim (1/248))

Namun Setelah Wudhu dan Tidur tetap di wajibkan mandi Janabah Juga [ketika bangun tidur], Karena Wudhu tidak dapat mensucikan Hadats Besar -seperti junub, dll. 
.
Dalam hadits yang lain:
.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ عُمَرَ اسْتَفْتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلْ يَنَامُ أَحَدُنَا وَهُوَ جُنُبٌ؟ قَالَ: «نَعَمْ، لِيَتَوَضَّأْ ثُمَّ لِيَنَمْ، حَتَّى يَغْتَسِلَ إِذَا شَاءَ»
.
Artinya:
Dari Ibnu Umar bahwa Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah meminta fatwa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia bertanya,  “Bolehkah salah seorang kami tidur dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Hendaklah dia berwudhu’ atau kalau mau sekalian mandi, kemudian tidur.” [HR. Bukhari dan Muslim]
.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz pernah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang junub, lalu ingin tidur, beliau mandi terlebih dahulu. Dalam masalah orang junub hendak tidur ini ada tiga kemungkinan, yaitu:
  1. Tidur tidak berwudhu’ atau tidak mandi terlebih dahulu. Ini tidak diperbolehkan, karena menyelisih sunnah.
  2. Cebok, lalu berwudhu’ sebagaimana ketika hendak shalat, lalu tidur. Ini diperbolehkan.
  3. Berwudhu’, lalu mandi terlebih dahulu, kemudian tidur. Ini yang paling afdhal. [Lihat Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz, Syarah ‘Umdah Al_Ahkam, hal. 30]
Cukup sekian, Semoga bermanfa’at.
-----------------------------
Referensi:

“Al-Amalus Shalih Karya Sami Muhammad
Targhib Wat Tarhib Karya Imam Al-Mundziri
Kitab –Kitab Hadits lainnya.

Penulis: Lilik Ibadur.Rohman,S.Th.I (Abu Utsman))