Rabu, 27 November 2013

WUDHU YANG DI HUKUMI SUNNAH



Hal-Hal yang Menyebabkan Kita Disunnahkan berwudhu’ 
.
a. Ketika hendak berdzikir dan berdoa kepada Allah
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa bahwa dia pernah mengabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Abu Amir pernah berkata kepadanya, “Sampaikan salamku kepada Nabi dan mohonlah kepada beliau untuk memintakan ampun untukku.” Tatkala Abu Musa menyampaikan hal tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta air untuk berwudhu’ setelah berwudhu’ beliau mengangkat kedua tangannya sambil berdoa, 
.
«اللهمَّ اغْفِرْ لِعُبَيْدٍ أبِي عَامِرٍ»
.
“Wahai Allah, ampunilah Ubaid Abu Amir!” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al_Bukhari yang disyarah dalam kitab Fathul Bari (VIII/41) dan Imam Muslim (IV/1944). Kisah di atas terdapat dalam riwayat Muslim.]
.
b. Ketika hendak tidur
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al_Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
إِذا أتيت مضجعك فَتَوَضَّأ وضوءك للصَّلاة ثمَّ اضْطجع على شقك الْأَيْمن
.
Artinya:
“Bila kamu hendak tidur berwudhu’lah sebagaimana kamu berwudhu’ untuk shalat. Kemudian berbaringlah dengan bertumpuh pada tubuh bagian kanan.” [Shahih, HR. Bukhari (XI/113) dan Muslim (IV/2081)]
.
c. Setiap kali berhadats.
 .
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, 
.
أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ: " يَا بِلَالُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الجَنَّةِ؟ مَا دَخَلْتُ الجَنَّةَ قَطُّ إِلَّا سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي،
.
“Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Bilal, lalu berkata padanya, “Hai Bilal, dengan amal apa kamu bisa berjalan mendahuluiku di surga? Tadi malam di surga aku mendengar suara terompahmu di depanku.” 
.
فَقَالَ بِلَالٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلَّا صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ، وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلَّا تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَيَّ رَكْعَتَيْنِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بِهِمَا»
.
Bila menjawab,: “Setiap kali sehabis menguman-dangkan adzan saya shalat dua raka’at (shalat sunnah rawatib), dan setiap kali berhadats saya berwudhu’ dan setelah berwudhu, saya mengerjakan shalat dua rakaat sunnah.” [Shahih, HR. Timidzi hadits no. 3954 dan Ahmad (V/360). Di shahihkan oleh imam Al-Arna’ut, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Albani, dll. (Shahih At_Taghrib wa At_Tarhib (I/87) hadits no. 196).
.
Dari hadits diatas menunjukkan di sunnahkannya Wudhu setiap kali berhadats, lalu shalat 2 Raka'at setelah wudhu.
.
d. Setiap kali hendak shalat Wajib 5 waktu, walaupun belum batal wudhunya.
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
«لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالْوُضُوءِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَمَعَ كُلِّ وُضُوءٍ سِوَاكٌ،
.
“Kalau sekiranya tidak memberatkan umatku biscaya aku perintahkan mereka untuk berwudhu’ setiap kali hendak shalat dan aku perintahkan bersiwak setiap kali hendak berwudhu’.” [Hasan, HR. Ahmad. Di hasankan oleh imam Al-Mundziri, Al-Albani, Al-Arna’ut, dll. (Shahih At_Taghrib wa At_Tarhib (I/86) hadits no. 95]
.
e. Sehabis membawa/memikul jenazah.
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
«مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ، وَمَنْ حَمَلَ جِنَازَةً فَلْيَتَوَضَّأْ»
.
“Barangsiapa selesai memandikan mayat hendaklah mandi dan barangsiapa selesai membawa/memikul jenazah hendaklah berwudhu’.” [Shahih, HR. Abu Dawud, At_Tirmidzi, Ahmad dan lainnya. (Irwa’ Al_Ghalil  (I/173) hadits no. 144 dan kitab Tamam Al_Minnah hal. 112)]

Hadits diatas tentang perintang mandi tidaklah menunjukkan wajib, karena adanya hadits berikut ini: 



وأخرج الحاكم 1/386، والبيهقي 3/398 من حديث ابن عباس: "ليس عليكم في غسل ميتكم غسل إذا غسلتموه، فإن ميتكم ليس بنجس، فحسبكم أن تغسلوا أيديكم ". وسنده جيد، وهو عند الحاكم مرفوع وصححه ابن حجر في الفتح.
Artinya:
Tidaklah di wajibkan mandi atas kalian -ketika kalian selesai memandikan jenazah, karena sesungguhnya jenazah kalian tidak najis, maka cukuplah bagi kalian untuk cuci tangan." (Hasan, Hr Al-Hakim dan Al-Baihaqi, di shahihkan oleh Al-Hakim, di hasankan oleh ibnu Hajar dalam Fathul Bari) 
.
f. Sehabis muntah
.
Dalam hadits shahih di sebutkan:
.
مَعْدَانُ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " قَاءَ فَأَفْطَرَ " قَالَ: فَلَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَقُلْتُ: إِنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ أَخْبَرَنِي أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " قَاءَ فَأَفْطَرَ " قَالَ: صَدَقَ أَنَا صَبَبْتُ لَهُ وَضُوءَهُ
. Artinya:
Dari Ma’dan Rahimahullah, berkata: Sesungguhnya Abu Darda’ pernah mengabarkan bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah Muntah, lalu beliau berbuka (dari puasanya), Kata Ma’dan: Setelah itu aku menemui Tsauban Radhiyallahu Anhu di Masjid Dimasyqi,  lalu aku berkata: Sesungguhnya  Pernah menyampaikan hadits yang berbunyi :
Sesungguhnya Abu Darda’ pernah mengabarkan bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah Muntah. Lalu Tsauban menjawab: Itu Benar, saya juga yang menuangkan air wudhu untuk Rasulullah (karena beliau Muntah).“ (Shahih, HR Ahmad, di shahihkan oleh Imam Al-Arna’ut, Al-Albani, dll ) (Irwa’ Al_Ghalil  (I/147) hadits no. 111)
.
g. Setelah memakan makanan yang dipanggang / dibakar,
.
Berdasarkan hadits shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
«تَوَضَّئُوا، مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ»
.
“Berwudhu’lah kalian sehabis makan makanan yang tersentuh api.” [HR. Muslim (I/272)]
.
Perintah dalam hadits di atas, kita hukumi sunnah karena ada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Amru bin Ummayah, dan Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhum:
.
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكَلَ كَتِفَ شَاةٍ، ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ»      
.
"Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah suatu ketika makan daging yang dipanggang/dibakar, kemudian langsung shalat tanpa berwudhu’ lagi. [HR. Al_Bukhari hadits no. 5408 dan Muslim (I/273)]
.
h. Hendak makan dalam keadaan junub
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, 
.
«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا، فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ»
.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila dalam keadaan junub, lalu ingin makan atau tidur, beliau berwudhu’ sebagaimana wudhu’ ketika hendak shalat.” [HR.  Muslim (I/248) hadits no. 305]

Namun Setelah Wudhu tetap di wajibkan mandi Janabah Juga, Karena Wudhu tidak dapat mensucikan Hadats Besar -seperti junub, dll. 
.
i. Ketika hendak mengulang persetubuhan.
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
.
«إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ، فَلْيَتَوَضَّأْ»
.
“Apabila salah seorang dari kalian bersetubuh dengan istrinya, lalu hendak mengulang lagi, maka hendaklah berwudhu’ terlebih dahulu.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (I/249) hadits no. 308]
.
Namun Rasulullah kadangkala mengulang persetubuhan pada istri-istrinya, tapi tidak berwudu di setiap pengulangannya, dan beliau mandi setelah persetubuhan selesai. Dalam hadits disebutkan:
 .
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ بِغُسْلٍ وَاحِدٍ»
.
Artinya:
Bahwasanya  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggilir istri-istrinya dengan satu kali mandi (yaitu Mandi Janabah). [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas radhiyallahu ‘anhu (I/249) hadits no. 309]
.
j. Ketika ingin tidur dalam keadaan junub
.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata”
 .
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ، وَهُوَ جُنُبٌ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ، قَبْلَ أَنْ يَنَامَ».
.
“ Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin tidur sedangkan beliau dalam keadaan  junub, maka beliau berwudhu’ terlebih dahulu sebelum tidur seperti wudhu waktu shalat.” (HR Muslim (1/248))

Namun Setelah Wudhu dan Tidur tetap di wajibkan mandi Janabah Juga [ketika bangun tidur], Karena Wudhu tidak dapat mensucikan Hadats Besar -seperti junub, dll. 
.
Dalam hadits yang lain:
.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ عُمَرَ اسْتَفْتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلْ يَنَامُ أَحَدُنَا وَهُوَ جُنُبٌ؟ قَالَ: «نَعَمْ، لِيَتَوَضَّأْ ثُمَّ لِيَنَمْ، حَتَّى يَغْتَسِلَ إِذَا شَاءَ»
.
Artinya:
Dari Ibnu Umar bahwa Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah meminta fatwa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia bertanya,  “Bolehkah salah seorang kami tidur dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Hendaklah dia berwudhu’ atau kalau mau sekalian mandi, kemudian tidur.” [HR. Bukhari dan Muslim]
.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz pernah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedang junub, lalu ingin tidur, beliau mandi terlebih dahulu. Dalam masalah orang junub hendak tidur ini ada tiga kemungkinan, yaitu:
  1. Tidur tidak berwudhu’ atau tidak mandi terlebih dahulu. Ini tidak diperbolehkan, karena menyelisih sunnah.
  2. Cebok, lalu berwudhu’ sebagaimana ketika hendak shalat, lalu tidur. Ini diperbolehkan.
  3. Berwudhu’, lalu mandi terlebih dahulu, kemudian tidur. Ini yang paling afdhal. [Lihat Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz, Syarah ‘Umdah Al_Ahkam, hal. 30]
Cukup sekian, Semoga bermanfa’at.
-----------------------------
Referensi:

“Al-Amalus Shalih Karya Sami Muhammad
Targhib Wat Tarhib Karya Imam Al-Mundziri
Kitab –Kitab Hadits lainnya.

Penulis: Lilik Ibadur.Rohman,S.Th.I (Abu Utsman))

 



Keutamaan Puasa Bulan Muharram dan Hari 'Asyura




1. Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Muharram;
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
.
"Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu." (HR. Muslim, no. 1982)
.
Menurut Imam Mulla Ali Al-Qaari dalam mensyarah hadits diatas berkata, bahwa secara zahir, maksudnya adalah seluruh hari-hari pada bulan muharram ini. Tetapi telah disebutkan dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali berpuasa sebulan penuh kecuali di Ramadhan. Maka hadits ini dipahami, dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram bukan seluruhnya.” (Murqatul Mafatih Syarhu Misykatul Mashabih).
.
Namun sebagian Ulama’ seperti Syeikh Muhammad al-Mukhtar as-Syanqithi membolehkan untuk berpuasa sebulan penuh. (sebagaimana yang di nukil oleh Syeikh Jalal bin Ali Hamdan As-Sulami dalam makalah yang berjudul Dirasat Ushuliyyah Haditsiyyah li Shaum Asyura). Wallahu A’lam.
.
2. Terutama Sangat dianjurkan Untuk berpuasa Asyura pada tanggal 10 Muharram.
.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
.
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
.
Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim no. 1975)
.
3. Disunnahkan juga puasa Tasu’a (9 Muharram).
.
Dalam hadits Shahih:
.
عن ابن عباس رضي اللَّه عنهما قال: " حين صام رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء، وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول اللَّه إنه يوم تعظّمه اليهود والنصارى؟ فقال رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم : فإذا كان العام القابل - إن شاء اللَّه - صمنا اليوم التاسع، قال: فلم يأت العام المقبل، حتى توفي رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم
.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, beliau berkata, “Ketika Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa padanya, mereka menyampaikan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.’ Lalu beliau Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan’. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam sudah wafat.” (HR. Muslim, no. 1916)
------------------------------------------------------

Hadis-Hadis Seputar Puasa ‘Asyura:
.
1.      Diampuni dosa-dosanya selama 1 tahun [dosa-dosa kecil]
.
1. Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, bersabda : 
.
" صيام يوم عاشوراء، أحتسب على اللَّه أن يكفر السنة التي قبله" .
.
“ Aku berharap pada Allah dengan puasa ‘Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
.
Imam Nawawi Rahimahullah dalam “Syarah Muslim” puasa asyura menghapus dosa-dosa kecil, kadarnya puasa tersebut adalah dapat menghapus dosa seluruhnya kecuali dosa dosa besar”
Dasar yang menunjukkan bahwasanya yang diampuni dosa-dosa kecil adalah hadits berikut:
.
ما ثبت في "صحيح مسلم" عن أبي هريرة رضي اللَّه عنه أن رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم قال: " الصلوات الخمس، والجمعة إلى الجمعة، ورمضان إلى رمضان، مكفرات لما بينهن، إذا اجتنبت الكبائر" .
.
 Artinya: Dari Abi Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Shalat lima waktu, shalat jum’at antara jum’at tersebut ke jum’at berikutnya, puasa ramadhan antara bulan Ramadhan ke ramadhan berikutnya,dapat menghapus dosa-dosa diantara keduanya, selama menjauhi dosa-dosa besar.” (Shahih, HR Muslim)
.
2.      Semangat Rasulullah dalam Mengamalkan Puasa Asyura
.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu pernah menceritakan tentang puasa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam,
.
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
.
 “Aku tidak penah melihat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersemangat puasa pada suatu hari yang lebih beliau utamakan atas selainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan pada satu bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
.
3.      Puasa Asyura termasuk memperingati Nabi Musa, Karena hari tersebut adalah Hari dimana Musa bersama Bani Isra'il di selamatkan oleh Allah dari Musuh [Fir'aun dan Tentaranya]
.
Dalam hadits shahih:
.
عن عبد اللَّه بن عباس رضي اللَّه عنهما قال: " قدم رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم المدينة فرأى اليهود تصوم يوم عاشوراء، فقال: ما هذا؟ قالوا: هذا يوم صالح، نجّى اللَّه فيه موسى وبني إسرائيل من عدوهم، فصامه، فقال: أنا أحق بموسى منكم فصامه وأمر بصيامه" .
وفي رواية: " فصامه موسى شكراً، فنحن نصومه" .
وفي رواية أخرى: " فنحن نصومه تعظيماً له
Artinya:
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata : Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari‚ Asyura, maka Beliau bertanya : “Hari apa ini?. Mereka menjawab :“ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini sebagai Rasa  Syukur kepada Allah, maka dari itu kami (orang-orang yahudi) berpuasa hari ini. Rasulullah pun bersabda : “Aku lebih berhak atas (mengikuti) Musa daripada kalian“ Maka beliau berpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R. Bukhari dan Muslim)
 .
4.      Berpuasa Tasu’a Termasuk Puasa Yang di Lakukan Untuk Menyelisihi Yahudi
.
Dalam hadits shahih:
.
عن ابن عباس رضي اللَّه عنهما قال: " حين صام رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء، وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول اللَّه إنه يوم تعظّمه اليهود والنصارى؟ فقال رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم : فإذا كان العام القابل - إن شاء اللَّه - صمنا اليوم التاسع، قال: فلم يأت العام المقبل، حتى توفي رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم
 " .
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berpuasa pada hari Asyura, dan memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu, Lalu para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, hari asyura’ adalah hari yang di agungkan orang-orang yahudi dan Nasrani, Lalu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab : “Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“ (H.R. Bukhari dan Muslim)

------------------------------------

Bagaimana Berpuasa ‘Asyura ?

Ibnu Qoyyim rahimahullah dalam kitab Zaadul Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan :

- Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (tgl 9, 10 & 11).

- Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits.

- Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.

Puasa sebanyak tiga hari (9, 10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan beberapa alasan sebagai berikut :

1. Untuk menyelisihi Ahli Kitab.

2. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat.

3. Dimasukkan dalam puasa tiga hari setiap bulan.
--------------------------------------------
Referensi:
Zadul Ma’ad Karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi
Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnul Hajjaj Karya Imam Nawawi
Dirasat Ushuliyyah Haditsiyyah li Shaum Asyura Karya Jalal bin Ali Hamdan As-Sulami
Dll.
.
[Lilik IbadurR (Abu Utsman)]