LARANGAN WAKTU SHOLAT SUNNAH
Sholat Sunnah
Terbagi Menjadi Dua:
1.
Ada Yang Berkaitan Dengan Waktu
2.
Ada Yang Berkaitan Dengan Sebab
-
Adapun Yang Berkaitan Dengan Waktu,
Maka Terlarang Untuk Mengerjakan Sholat Sunnah ‘di Waktu-Waktu Yang di Larang’
(Seperti Ba’da Subuh, di Pertengahan Hari, dan Ba’da Asar).
Di
waktu Terlarang Ini Tidak Boleh Mengerjakan Sholat
Sunnah Mutlaq, Sholat Sunnah Tasbih, Sholat Sunnah Dhuha, Solat Sunnah Isyroq, dll.
-
Adapun Sholat Sunnah Yang
Memiliki Sebab (Dzawil Asbab), Maka Tetap di
Sunnahkan Untuk Mengerjakan Sholat Sunnah di Waktu-Waktu Yang Terlarang,
Contoh: Tahiyatul
Masjid, Sholat Sunnah Qodho’, Sholat Sunnah Wudhu’, Sholat Sunnah Taubat,
Sholat Gerhana, Sholat Sunnah Ayat, Sholat Sunnah Thowaf, Sholat Sunnah Qudum, dll.
Waktu Yang Dilarang Sholat Sunnah
a.
Ba’da Subuh Sampai Terbit Matahari
عن عمرو بن
عبسة، قال: قلت: يا رسول الله، علمني مما علمك الله عز وجل، قال صلى الله عليه
وسلم: " إذا صليت الصبح، فأقصر عن الصلاة حتى تطلع الشمس، فإذا طلعت، فلا تصل
حتى ترتفع، فإنها تطلع حين تطلع بين قرني شيطان، (صحيح أخرجه أحمد في مسنده (28ظ228) صححه الشيخ
الأرناؤوط والألباني)
Artinya:
"Jika kamu selesai shalat subuh,
maka tahanlah sampai matahari terbit. Jika saat matahari terbit, janganlah kamu
shalat sampai meninggi, sesungguhnya matahari terbit akan di barengi dengan
munculnya dua tanduk setan. Saat itu orang-orang kafir sedang bersujud padanya. (Shohih, HR Ahmad (28/228), di nilai shohih
oleh Syeikh Al-Arna’ut dan Syeikh Al-Albani).
b.
Ketika di Pertengahan Hari (Saat
Matahari lurus diatas Kepala)
عن أبي هريرة
رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ...فإِذَا انْتَصَفَ
النَّهَارُ فَأَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ فَإِنَّ
حِينَئِذٍ تُسَعَّرُ جَهَنَّمُ وَشِدَّةُ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ فَإِذَا
زَالَتِ الشَّمْسُ... (صحيح أخرجه ابن حبان في صحيحه (4/418) صححه ابن حبان والشيخ
الأرناؤوط و الألباني)
Artinya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda: “Apabila tiba di pertengahan siang hari
maka tinggalkanlah sholat (sunnah) sampai matahari tergelincir, karena saat itu
api neraka Jahannam menyala-nyala dan (hawa)
panas yang menyengat itu berasal
dari uap neraka Jahannam." (Shohih, HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya (4/418), di nilai shohih
oleh Imam Al-Baihaqi dan Syeikh Al-Arna’ut. Syeikh Al-Albani dalam Kitabnya “Ta’liqotul
Hisan” (3/162)) berkata: Shohih Lighoirihi).
v Di Kecualikan di Hari Jum’at (Tetap Di anjurkan Memperbanyak
Sholat Mutlak Sebelum Sholat Jum’at Meskipun di Waktu Pertengahan Hari).
عن
ثعلبة بن أبي مالك أنهم كانوا في زمن عمر بن الخطاب رضي الله عنه يوم الجمعة يصلون
حتى يخرج عمر بن الخطاب فإذا خرج وجلس على المنبر وأذن المؤذن جلسوا يتحدثون حتى
إذا سكت المؤذن وقام عمر سكتوا فلم يتحدث أحد ...
وهذا في "موطأ مالك" 1/ 103، وعنه الشافعي 1/ 139 بسند صحيح.
Artinya:
Dari Tsa’labah bin Abu Malik berkata: “Sesungguhnya
kaum muslimin (Para Sahabat dan Kibar Tabi’in) ketika di hari jum’at mereka
mengerjakan sholat sampai Keluarnya Umar bin Khottob, ketika Umar keluar dan
Duduk ke Mimbar maka Mu’adz-dzin mengumandangkan Adzan, mereka duduk dan masih
ada yang berbincang-bincang sampai mu’adz-dzin diam (maksudnya: selesai adzan),
namun tatkan Umar berdiri Untuk Khutbah maka tidak ada seorangpun yang
berbincang-bincang satu orangpun.” (Atsar Shohih, Riwayat Imam Malik
dalam Muwaththo’ (1/103), Imam Syafi’i dalam Musnadnya (1/139))
Dalam hadits Nabi disebutkan:
عَنْ
سَلْمَانَ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ أَوْ يَمَسُّ
مِنْ طِيبٍ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا
كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إلَّا غُفِرَ لَهُ مَا
بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى» (اخرجه البخاري).
Artinya:
Dari Salman Radhiyallahu Anhu berkata: Rosulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda: "Tidaklah
seorang laki-laki mandi pada hari Jum'at lalu bersuci semaksimal mungkin,
memakai wewangian miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar rumah
menuju Masjid, ia tidak memisahkan dua orang pada tempat duduknya lalu dia
shalat yang dianjurkan baginya dan diam mendengarkan khutbah Imam, kecuali dia
akan diampuni dosa-dosanya yang ada antara Jum'atnya itu dan Jum'at yang
lainnya." (Shahih, HR Bukhori dalam Shohihnya (2/3, 883)).
c.
Ba’da Asar Sampai Terbenamnya
Matahari
عن عمرو بن
عبسة، قال: قال صلى الله عليه وسلم: "فإذا صليت العصر فأقصر عن الصلاة حتى
تغرب الشمس، فإنها تغرب بين قرني شيطان، فحينئذ يسجد لها الكفار.
"(صحيح أخرجه أحمد في مسنده (28ظ228) صححه الشيخ الأرناؤوط والألباني)
Artinya:
"Jika kamu selesai shalat Asar,
maka tahanlah sampai matahari terbenam. Karena saat itu akan di barengi dengan
munculnya dua tanduk setan. Saat itu orang-orang kafir sedang bersujud padanya. (Shohih, HR Ahmad (28/228), di nilai shohih
oleh Syeikh Al-Arna’ut dan Syeikh Al-Albani).
CATATAN:
Sebagian Ulama’ membolehkan Sholat
Sunnah dengan Syarat:
1.
Sholat Sunnah
Tersebut Memiliki Sebab (Dzawil Asbab).
2.
Sholat
Sunnah Yang Tidak memiliki Sebab –akan tetapi jika Matahari masih memancar
putih bersih dan Masih tinggi (Belum Menguning / Belum memerah Warna
Mataharinya) Dalilnya Adalah:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي
طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " لَا يُصَلَّى بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الشَّمْسُ
بَيْضَاءَ نَقِيَّةً مُرْتَفِعَةٌ"
(اخرجه أحمد (2/46)، وابن حبان (4/429)، وغيره، صححه اين حبان وضياء المقدسي
والشيخ الأرناؤوط وصححه الشيخ الألباني أيضا في التعليقات الحسان (3/167))
Artinya:
Dari Ali bin Abi Tholib berkata: "Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam melarang
shalat sunnah setelah sholat Ashar kecuali matahari masih putih jernih dan
tinggi." (Shahih, HR Nasa’i (573),
Ahmad (2/46), Ibnu Hibban (4/429), dll. Di nilai shohih oleh Imam Ibnu
Hibban, Dhiya’ Al-Maqdisi, Syeikh Al-Arna’ut, dan di nilai shohih pula
oleh Syeikh Al-Albani dalam “Ta’liqotul Hisan” (3/167))
Sholat Sunnah
Yang Di Bolehkan di Waktu-Waktu Yang Terlarang:
1.
Sholat Sunnah Rowatib Yang di QODHO’
عَنْ
قَيْسِ بْنِ
فَهْدٍ قَالَ: خَرَجَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ،
فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ، ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَنِي أُصَلِّي، فَقَالَ: «مَهْلًا يَا قَيْسُ،
أَصَلَاتَانِ مَعًا»، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ
رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، قَالَ: «فَلَا إِذَنْ». (أخرجه الترمذي (442) صححه الشيخ الألباني)
Artinya:
Dari Qois bin Qohd berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar lalu iqamah
dikumandangkan, aku kemudian shalat subuh bersama beliau. Setelah itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berlalu dan mendapatiku sedang shalat, maka
beliau pun bersabda: "Wahai Qais tunggu! Apakah engkau mengerjakan
dua shalat bersama kami?" aku lalu menjawab, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku belum mengerjakan dua rakaat sebelum fajar, "
beliau bersabda: "Kalau begitu silahkan kerjakan." (Shahih,
HR Tirmidzi (2/284, no. 442), di nilai Shohih oleh Syeikh Al-Albani).
Dalam Riwayat Lain:
عن أم سلمة
قالت: «شغل النبي - صلى الله عليه وسلم - عن الركعتين قبل العصر فصلاهما بعد
العصر» رواه النسائي (2) ، ورجاله رجال الصحيح
Artinya:
Dari Ummu Salamah berkata: Nabi pernah terluput / ketinggalan
dari dua roka’at Qobliyah Asar karena sibuk, lalu beliau mengerjakannya setelah
sholat asar.” (Shahih,
HR Nasa’i dalam Sunannya (1/282, no. 580), Syeikh Al-Albani Rahimahullah berkata:
hadits hasan shohih).
2.
Sholat Sunnah
THOWAF
عَنْ جُبَيْرِ
بْنِ مُطْعَمٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
«يَا بَنِي عَبْدَ الْمُطَّلِبِ أَوْ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ إِنْ وُلِّيتُمْ
مِنْ هَذَا الْأَمْرِ شَيْئًا فَلَا تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ
وَصَلَّى أَيَّ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ» رَوَاهُ الْأَرْبَعَة والحميدي. وَقَالَ
التِّرْمِذِيّ حسن صَحِيح وَصَححهُ ابْن حبَان وَالْحَاكِم وَزَاد عَلَى شَرط
مُسلم.
Artinya:
Dari Jubair bin Mut’im (berkata): Sesungguhnya
Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Wahai
Bani Abdu Manaf, janganlah engkau larang seseorang melakukan thawaf di Ka'bah
ini dan melakukan shalat sunnah (towaf) kapanpun ia mau, malam hari ataupun
siang hari."
(Shohih, HR Nasa’i dalam Sunannya (2/284), di
nilai shohih oleh Syeikh Al-Albani).
3.
Sholat Sunnah WUDHU’
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا
بِلَالُ، حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ عِنْدَكَ
مَنْفَعَةً، فَإِنِّي سَمِعْتُ اللَّيْلَةَ خَشْفَ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي
الْجَنَّةِ» ، فَقَالَ بِلَالٌ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا فِي الْإِسْلَامِ أَرْجَى
عِنْدِي مَنْفَعَةً، إِلَّا أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُورًا تَامًّا فِي سَاعَةٍ
مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كَتَبَ
اللَّهُ لِي أَنْ أُصَلِّيَ " (أخرجه مسلم (4/1910)،
وأحمد (15/420))
Artinya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
bertanya kepada Bilal ketika shalat Shubuh: "Hai Bilal, katakanlah
Kepadaku apakah amalanmu yang paling besar pahalanya yang pernah kamu kerjakan
dalam Islam, karena tadi malam aku mendengar terompah sandalmu di dalam surga? ' Bilal
menjawab; 'Ya Rasulullah, sungguh saya tidak mengerjakan amal perbuatan
yang paling besar pahalanya dalam Islam selain saya bersuci dengan sempurna,
baik itu pada waktu malam ataupun siang hari. lalu dengan wudhu itu saya mengerjakan shalat (sunnah) selain
shalat yang telah diwajibkan Allah kepada saya. (Shohih, HR Muslim
dalam Shohihnya (4/1910), Ahmad (15/420))
4.
Sholat TAHIYATUL MASJID
عَنْ جَابِرٍ،
أَنَّهُ قَالَ: جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَرَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَعَدَ
سُلَيْكٌ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «أَرَكَعْتَ رَكْعَتَيْنِ؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «قُمْ فَارْكَعْهُمَا» (أخرجه مسلم في صحيحه (2/597))
Artinya:
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu berkata: Sulaik
Al-Ghothofani datang (ke Masjid) pada hari jum’at, sedangkan Rosulullah duduk
diatas mimbar, maka Sulaik langsung duduk sebelum mengerjakan sholat, Rosulullah
berkata kepada Sulaik: Apakah anda telah mengerjakan sholat dua
roka’at??, maka sulaik menjawab: belum, Maka beliau pun bersabda: "Bangun
dan shalatlah dua rakaat." (Shahih, HR Muslim dalam
Shohihnya (2/597)).
5.
Dan
Sholat Sunnah Yang Lainnya Yang Memiliki Sebab.
PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA’:
Pendapat PERTAMA: Sholat Sunnah
Tidak boleh dikerjakan di waktu-waktu terlarang Secara Mutlaq (Pendapat Para
Ulama’ Hanafiyah)
Pendapat KEDUA: Sholat Sunnah Tidak boleh
dikerjakan di waktu-waktu terlarang KECUALI Sholat Sunnah Yang Memiliki Sebab
(Dzawil Asbab). (Pendapat Para Ulama’ Jumhur)
Syarah Hadits, Tentang Makna Tanduk Syetan:
1. قال الإمام الخطابي في "أعلام الحديث" ص 1508: قوله:
"بين قرني الشيطان" معناه: أن الشيطان ينتصب في محاذاة مطلع الشمسِ حتى
إذا طلعت كانت بين فَوْدَي رأسه وهما قرناه، أي: جانبا رأسه، فتقع العبادة له إذا
سجدت عَبَدةُ الشمس لها.
2. ونقل ابن عبد البر في "التمهيد" 4/ 10 - 11 عن قوم من أهل
العلم أنهم
حملوه على مجاز اللفظ واستعارة القول، واتساع الكلام، فقالوا: أراد بذكره - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قرن الشيطان أمة تعبد الشمس، وتسجد لها، وتُصلي في
حين طلوعها وغروبها من دون الله، وكان - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يكره
التشبه بالكفار، ويحب مخالفتهم، وبذلك وردت سننه -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وكأنه أراد- والله أعلم- أن يفصل دينه من
دينهم، إذ هم أولياء الشيطان وحزبه، فنهى عن الصلاة في تلك الأوقات لذلك. وهذه
التأويل جائز في اللغة، معروف في لسان العرب ...
3.
وقال
ابن الأثير في "النهاية" في تفسير قرني الشيطان: أي: ناحيتي رأسه
وجانبيه، وقيل: القرنُ: القوَّة، أي: حين تطلع يتحرك الشيطان ويتسلط، فيكون
كالمعين لها، وقيل: بين قرنيه، أي: أُمَّتَيْه الأولين والآخرين، وكل هذا تمثيل
لمن يسجد للشمس عند طلوعها، فكأن الشيطان سَوَّل له ذلك، فإذا سجد لها، كان كأن
الشيطان مُقترِن بها.
Maroji’:
At-Tamhid Karya Imam
Ibnu Abdil Bar
Al-Muwaththo’ Karya Imam
Malik, dll.
Penulis:
Lilik Ibadurrohman, S.Th.I