Rabu, 25 Februari 2015

KAPAN WAKTU PELAKSANAAN SHOLAT JUM’AT ?



WAKTU-WAKTU PELAKSANAAN SHOLAT JUM’AT ?


قال الشيخ الألباني: "تحقيق أن للجمعة وقتين، للأذان المحمدي وقتان: الأول: بعد الزوال مباشرة وعند صعود الخطيب.   والآخر: قبل الزوال عند صعود الخطيب أيضا وهذا مذهب أحمد بن حنبل رحمه الله وغيره. (انظر: الأسئلة والأجوبة للشيخ الألباني (1/37))
Teejemahannya:
Syeikh Nasiruddin Al-Albani Rahimahullah berkata: Berdasarkan penelitian, Sesungguh- nya Sholat Jum’at itu Ada dua waktu, begitu pula Adzannya Nabi Muhammad –juga memiliki dua waktu-:
Waktu PERTAMA adalah Setelah Zawal (Yaitu: setelah tergelincirnya matahari/awal Dzuhur),
Waktu KEDUA adalah Sebalum Zawal (Yaitu: Sebelum Tergelincirnya Matahari (baik waktu Dhuha, Maupun Pertengahan Hari) saat Naiknya Imam Ke Mimbar, dan Ini adalah Madzhab Imam Ahmad dan Imam Lainnya). (Lihat: As’ilah Wal Ajwibah Karya Syeikh Al-Albani (Juz. 1/ hal. 37))

BERIKUT INI PEMBAHASAN DALIL-DALILNYA:

1.   Sholat Jum’at Bisa dikerjakan WAKTU DHUHA

Dalilnya: HADITS NABI (DARI SALAMAH BIN AL-AKWA’)

وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ اَلْأَكْوَعِ  قَالَ: كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ اَلْجُمُعَةَ, ثُمَّ نَنْصَرِفُ وَلَيْسَ لِلْحِيطَانِ ظِلٌّ نَسْتَظِلُّ بِه (صحيح. رواه البخاري (4168)، ومسلم (860))
Artinya:
Dari Salamah bin Al-Akwa’ radliyallaahu ‘anhu ia berkata: ”Kami shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hari Jum’at, kemudian kami bubar yang pada saat itu tembok-tembok tidak mempunyai bayangan (sedikitpun) untuk bisa berteduh”. [Shahih, HR Al-Bukhari nomor 4168 dan Muslim nomor 860].

Hadits ini bisa dipahami bahwa setelah selesai sholat jum’at, ternyata matahari masih berada diatas kepala, Sehingga tembok-tembok sama sekali tidak memiliki bayangan untuk berteduh.

Praktek Dari Sahabat:

1.    Mu’awiyah bin Abu Sufyan:

عن سعيد بن سويد قال : صلى بنا معاوية الجمعة ضحى (أخرجه ابن أبي شيبة في المصنف (1/445) وصححه الشيخ الألباني في "أجوبة النافعة" (1/44))
Artinya:
Dari Sa’id bin Suwaid ia berkata : “Mu’awiyah (bin Abi Sufyan) shalat Jum’at bersama kami di waktu DHUHA.” [Shahih, Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dan nilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Ajwibatun-Naafi’ah halaman 24].

2.    Abdullah bin Mas’ud:

عن عبد الله بن سلمة قال: "صلّى بنا عبد الله الجمعة ضحى، وقال: خشيت عليكم الحرّ" (أخرجه ابن أبي شيبة (1/445) صححه الشيخ الألباني في " في "أجوبة النافعة" (1/44))
Artinya:
Dari Abdullah bin Salamah berkata: Abdullah (bin Mas’ud) pernah sholat jum’at bersama kami di waktu DHUHA, lalu dia berkata: “Saya menghawatirkan kalian akan panasnya terik matahari.” (Shahih, Atsar Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya (1/445), di nilai shohih oleh Syeikh Al-Albani dalam Al-Ajwibah An-Nafi’ah (1/44))

2.   Sholat Jum’at Bisa dikerjakan SA’AT pertengahan hari.

      DALILNYA: HADITS NABI (JABIR BIN ABDILLAH)

عن  جابر بن عبد الله قال: "كان رسول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يصلّي الجمعة ثمَّ نذهب إلى جمالنا فنريحها حين تزول الشمس، زَادَ عَبْدُ اللَّهِ فِي حَدِيثِهِ: حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ يَعْنِي النَّوَاضِحَ يعني: النواضح" (أخرجه مسلم: 858، وغيره. والنواضح: الإبل التي يُستقى عليها)
Artinya:
Dari Jabir bin Abdillah berkata: "Biasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam shalat Jum'at, kemudian setelah itu kami pulang ke ternak onta kami dan mengistirahatkan onta tersebut di sa’at matahari tergelincir (yaitu: awal dzuhur)." Abdullah menambahkan di dalam haditsnya; "Saat matahari tergelincir, yaitu ketika unta telah diberi minum." (Shohih, HR Muslim dalam Shohihnya (858))

Dari hadits diatas menunjukkan sholat jum’at dikerjakan sebelum tergelincirnya  matahari / sebelum dzuhur (bisa dikatakansaat pertengahan hari”),
karena para sahabat setelah selesai sholat jum’at bersama Nabi, merekapun pulang ke ternak-ternak onta mereka, dan memberi minum pada onta-onta mereka, ternyata setelah diberi minum “sa’at itu baru awal dzuhur / baru tergelincir matahari”.

Penjelasan Ulama’:

قال حسين بن عودة العوايشة: فهذا صريح في أنَّ صلاة الجمعة كانت قبل الزوال، فكيف بالخطبة والأذان؟

Terjemahannya:
Syeikh Husein bin Audah Al-Uwaisyah Rahimahullah berkata: Dalil ini sangat jelas, bahwa sholat jum’at telah di laksanakan sebelum tergelincirnya matahari (artinya: sebelum dzuhur / saat pertengahan hari), lalu bagaimana khutbah dan adzannya (tentu lebih awal lagi) ??.” (Lihat: Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Karya Husein bin Audah Al-Uwaisyah (2/372))
                       
Praktek Dari Sahabat:

1.    Ali bin Abu Tholib:

عن أبي رزين (مسعود بن مالك) قال: "كنا نصلي مع علي الجمعة فأحيانا نجد فيئا وأحيانا لا نجده". (صحيح، أخرجه ابن أبي شيبة (445/1) صححه الشيخ الألباني في الأجوبة النافعة (1/45))
Artinya:
Dari Abu Rozin (Mas’ud bin Malik) Radhiyallahu Anhu berkata: “Kami pernah mengerjakan Sholat jum’at bersama Ali (bin Abi Tholib) terkadang kami mendapati banyangan matahari (artinya: Telah tergelincir), Namun terkadang kami kami sholat jum’at tapi tidak mendapati bayangan matahari (artinya: matahari masih diatas kepala).” (Shohih,  Atsar Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya (1/445),di nilai shohih oleh Syeikh Al-Albani dalam “Al-Ajwibah An-Nafi’ah” (1/45))

3.    Ammar bin Yasir:

عن بلال العبسي: "أن عمّاراً صلّى بالناس الجمعة، والناس فريقان: بعضهم يقول: زالت الشمس، وبعضهم يقول: لم تزُل" (أخرجه ابن أبي شيبة (1/445) بسند صحيح. صححه الشيخ الألباني في " الأجوبة النافعة" (1/45))

Artinya:
Dari Bilal Al-Absyi berkata: Sesungguhnya Ammar (bin Yasir) sholat jum’at mengimami manusia (yaitu: para makmumnya),  padahal manusia saat itu (berselisih) hingga terbagi menjadi dua, sebagian berkata: matahari sudah tergelincir, dan sebagian yang lain berkata: matahari belum tergelincir. (Shahih, Atsar Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya (1/445) di nilai shohih oleh Syeikh Al-Albani dalam “Al-Ajwibah An-Nafi’ah” (1/45))

3....Sholat Jum’at Bisa Dilakukan setelah zawal (saat Matahari telah tergelincir / AWAL WAKTU DZUHUR).

HADITS PERTAMA: Sholat Jum’a’t Sa’at Tergelincir matahari (Awal Dzuhur), Sedang Untuk Adzan dan Khutbahnya Sebelum Dzuhur / Di Pertengahan Hari.

عن جابر رضي الله عنه: "كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا زالت الشمس صلى الجمعة". ) رواه الطبراني في الأوسط وإسناده حسن(
Artinya:
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ketika matahari telah tergelincir langsung sholat jum’at.” (Hasan, HR Thabrani dalam “Mu’jam Al-Ausath” (6/290), di nilai hasan oleh Syeikh Al-Albani dalam “Al-Ajwibah An-Nafi’ah” (1/40))

Penjelasan Syeikh Al-Albani Terhadap hadits diatas :

قال الشيخ الألباني: "فإذا تذكرنا هذا –الحديث- علمنا الأذان كان قبل الزوال" (انظر: " الأجوبة النافعة" للشيخ الألباني (1/40))
Artinya:
Syeikh Al-Albani Rahimahullah berkata: ketika kita di peringatkan hadits (diatas) ini, kitapun akan mengetahui bahwasanya adzan di kumandangkan sebelum tergelincir matahari (maksudnya: sebelum waktu dzuhur). [Lihat: Al-Ajwibah An-Nafi’ah” (1/40), karya Syeikh Al-Albani].

HADITS KEDUA: Untuk Adzan dan Khutbahnya Ketika Telah Tergelincir Matahari. Sedang Sholat Jum’atnya Tentunya Setelah Adzan dan Khutbah.

عن سعد القرظ مؤذن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يؤذن يوم الجمعة على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا كان الفيء مثل الشراك  (صحيح، أخرجه ابن ماجة (1/342) والحاكم (3/607) وصححه الشيخ الألباني)
Artinya:
Dari Sa’id Al-Quradh, muadzin Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mengumandangkan adzan pada hari Jum’at pada jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika bayangan sudah ada yaitu seperti salah satu tali sandal [1] “ [Shohih, HR. Ibnu Majah 1/342 dan Al-Hakim 3/607; di nilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Ajwibatun-Naafi’ah halaman 18].

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan shalat Jum’at adalah setelah zawal (Tergelincir matahari), sama dengan waktu pelaksanaan shalat Dhuhur.

Praktek Para Sahabat:

1.    Nu’man bin Basyir:

عَنْ سِمَاكٍ بن حرب، قَالَ: «كَانَ النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ بَعْدَمَا تَزُولُ الشَّمْسُ» (صحيح، أخرجه ابن أبي شيبة في المصنف (1/445))
Artinya:
Dari Simak (bin Harb) Rahimahullah berkata: Dahulu Nu’man bin Basyir mengerjakan sholat setelah tergelincir matahari”. (Shohih, HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya (1/445) di nilai shohih oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2/387))

2.    Amru bin Khuroits:

عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ الْعَيْزَارِ، قَالَ: «مَا رَأَيْتُ إِمَامًا كَانَ أَحْسَنَ صَلَاةً لِلْجُمُعَةِ مِنْ عَمْرِو بْنِ حُرَيْثٍ، كَانَ يُصَلِّيهَا إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ» (أخرجه ابن أبي شيبة في مصنفه (1/445))
Artinya:
Dari Al-Walid bin Aizar Radhiyallahu Anhu berkata: “Tidak pernah saya melihat seorang imam yang lebih baik untuk mengerjakan sholat jum’at kecuali Amru bin Khuroits, dahulu ia mengerjakan sholat jum’at saat matahari telah tergelincir (ya’ni awal dzuhur).” (shahih, HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya (1/445) di nilai shohih oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2/387))

3.    Abu Bakar dan Umar

عن سُوَيْد بن غَفلَة أَنه: صلى –يعني الجمعة- مَعَ أبي بكر وَعمر، رَضِي الله تَعَالَى عَنْهُمَا حِين تَزُول الشَّمْس. (صحيح أخرجه ابن أبي شيبة في مصنفه، وصححه ابن حجر في فتح الباري (2/387)).
Artinya:
Dari Suwaid bin Ghofalah, bahwasanya ia pernah sholat (jum’at) bersama Abu Bakar dan Umar saat tergelincir matahari (ya’ni: Awal dzuhur) (Shahih, Atsar Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya, di nilai shohih oleh Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2/387))

Penjelasan Ulama’:

:قال الشيخ عبد الله  بن عبد الرحمن البسام: الأولى والأفضل، الصلاة بعد الزوال، لأنه الغالب من فعل النبي صلى الله عليه وسلم، ولأنه الوقت المجمع عليه بين العلماء، إلا أن يكون ثَمَّ حاجة، من حر شديد، وليس عندهم ما يستظلون به، أو يريدون الخروج لجهاد قبل الزوال، فلا بأس من صلاتها قبل الزوال.

Terjemahannya:
Syaikh Abdullah bin Abdurrohman Al-Bassam hafidhahullah menjelaskan bahwa: “waktu pelaksanaan yang paling utama dan paling afdlal adalah setelah zawal (tergelincirnya matahari – yaitu sama seperti waktu shalat Dhuhur), karena hal itu adalah waktu yang paling sering dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan shalat Jum’at. Akan tetapi jika terdapat hajah / kebutuhan yang mendesak atau sebab terik matahari sangat panas, dan tidak adanya sesuatu yang dapat menaunginya, atau sebab keinginan berangkat jihad lebih awal maka diperbolehkan untuk mengawalkan waktu sebelum zawal.” (Lihat: Taisirul-Allam Syarh Umdatil-Ahkaam (1/247))

Maroji’:
Al-Ajwibatun-Naafi’ah Karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani
Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Karya Husein bin Audah Al-Uwaisyah
Taisirul-Allam Syarh Umdatil-Ahkaam Karya Syaikh Abdullah Ali Bassam
Al-Mushonnaf Fil Ahaditsi Wal Atsar Karya Al-Imam Ibnu Abi Syaibah, dll.

Penulis:
Lilik Ibadurrohman, S.Th.I


[1]      Maksudnya ketika pertama kali matahari tampak tergelincir, sebagaimana diungkapkan oleh Abul-Hasan As-Sindi (pensyarah Sunan Ibnu Majah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar