Minggu, 06 Oktober 2013

Apa Saja Yang Menyebabkan Mandi Wajib

Yang Menyebabkan Mandi Wajib

Mandi wajib adalah mandi karena sebab-sebab tertentu, mandi disini bukanlah sembarang mandi seperti mandi biasa, akan tetapi mandi Wajib atau dengan kata lain Mandi Janabah. Hukum mandi Janabah adalah wajib

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

ولا جنبا إلا عابري سبيل حتى تغتسلوا

"Dan jangan pula (dekati sholat) sedang kalian dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi". (QS. An-Nisa` : 43)

Penyebab Diwajibkannya Mandi (wajib)

A. Keluarnya mani

Dalil yang menunjukkan tentang hal tersebut, diantaranya :

Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :

جاءت أم سليم إلى رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم فقالت : يا رسول الله إن الله لا يستحيي من الحق فهل على المرأة من الغسل إذا هي احتلمت ؟ فقال النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم : نعم إذا رأت الماء

"Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran, maka apakah wajib atas seorang wanita untuk mandi bila dia bermimpi ?. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa 'ala alihi wa sallam menjawab : Iya bila ia melihat air (mani-pen.)" (HR. Bukhari dan Muslim).

Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mewajibkan mandi kepada wanita jika keluar air (mani) dan hukum terhadap laki-laki sama. (Lihat Fathul bary :1/462, Ihkamul ahkam : 1/100)

Dalam hal ini terdapat 3 (tiga) permasalahan:

1. Kalau seorang mimpi tetapi tidak mendapati mani, maka tidak wajib mandi menurut kesepakatan para ulama sebagaimana dinukil oleh Ibnu Mundzir dalam kitabnya; Al-Ijma’

Ibnul Mundzir mengatakan,

وأجمعوا على أن الرجل إذا رأى في منامه أنه احتلم، أو جامع ولم يجد بللًا: أن لا غسل عليه

“Para ulama sepakat bahwa orang yang bermimpi ketika tidur, mimpi basah atau melakukan hubungan badan, namun dia tidak mendapatkan sesuatu yang basah, maka dia tidak wajib mandi.” (Al-Ijma’, hlm. 36).

2. Kalau seseorang terjaga dari tidur kemudian dia mendapatkan cairan dan tidak bermimpi maka dia wajib mandi, karena hadits Aisyah radhiyallhu ‘anha beliau berkata :

سئل رسول الله عن الرجل يجد بلل ولا يذكر إحتلاما قال : يغتسل. وعن الرجل يرى أنه قد احتلم ولا يجد البلل قال : لا غسل عليه

"Rasulullah ditanya tentang seseorang yang mendapatkan bekas basahan dan dia tidak menyebutkan bahwa dia mimpi, beliau menjawab : Wajib mandi. Dan (beliau juga ditanya) tentang seseorang yang menganggap bahwa dirinya mimpi tapi tidak mendapatkan basahan, beliau menjawab : Tidak wajib atasnya untuk mandi". (HR. Abu Daud no. 236, At-Tirmidzy no. 112 dan Ibnu Majah no. 612 dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohih At-Tirmidzy).

3. Kalau keluar mani tanpa syahwat seperti karena kedinginan atau sakit maka tidak wajib mandi.

Hal ini berdasarkan Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu :

أن رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم قال : إذا حذفت فاغتسل من الجنابة فإذا لم تكن حاذفا فلا تغتسل. وفي لفظ آخر : فإذا رأيت فضح الماء فاغتسل. وفي لفظ آخر : فإذا فضحت الماء فاغتسل.

"Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : Jika kamu memancarkan mani dengan kuat) maka mandilah dari janabah dan jika tidak, maka tidak wajib mandi. Dan dalam lafazh yang lain : "Jika kamu melihat mani yang memancar dengan kuat maka mandilah". Dan dalam lafazh yang lain : "Jika kamu memancarkan mani dengan kuat maka mandilah". (HR. Ahmad 1/107, 109, 125, Abu Daud 206 dan An-Nasa`i 1/93 dan dishohihkan oleh Ahmad Syakir dan Syeikh Al-Albany rahimahumullah dalam Al-Irwa` 1/162).

Hadits diatas menunjukkan bahwasanya jika mani keluar tidak dengan syahwat maka tidak wajib mandi, sebab mani itu dapat keluar dengan kuat dan memancar dan hal tersebut tidaklah terjadi kecuali kalau keluarnya dengan syahwat. Ini adalah pendapat Jumhur, Abu Hanifah, Malik dan Ahmad dan dikuatkan oleh Ahli Fiqh zaman ini Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. (Lihat : Nailul Authar 1/258 dan Asy-Syarah Al-Mumti’ 1/386-387.)

B. Bertemunya dua khitan (kemaluan) walaupun tidak keluar mani

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :

إذا جلس أحدكم بين شعبها الأربع ثم جهدها فقد وجب الغسل وفي رواية لمسلم وإن لم ينزل

"Apabila seseorang duduk antara empat bagiannya (tubuh perempuan) kemudian ia bersungguh-sungguh maka telah wajib atasnya mandi. Dan salah satu riwayat dalam Shohih Muslim "walaupun tidak keluar". (HR. Bukhai dan Muslim)

Dalam menjelaskan hadits di atas Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shohih Muslim 4/40-41, beliau berkata: "Makna hadits ini bahwasanya wajibnya mandi tidak terbatas hanya pada keluarnya mani, tetapi kapan tenggelam kemaluan laki-laki dalam kemaluan wanita maka wajib atas keduanya untuk mandi".

Dan begitu juga Imam Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 2/6 , berkata: "Dan kebanyakan ulama beramal dengan hadits ini demikian pula yang datang sesudahnya, bahwa siapa yang menggauli istrinya pada kemaluannya maka wajib mandi atas keduanya walaupun tidak keluar mani".

C. Karena Haid dan Nifas

Haid dan Nifas adalah sama hukumnya sebagaimana penjelasan para ulama,diantaranya: Ibnu Qudamah,berkata : Nifas sama dengan haid karena sesunguhnya darah nifas adalah darah haid, karena itu ketika seorang wanita hamil maka dia tidak haid sebab darah haid tersebut dialihkan menjadi makanan janin. Maka tatkala janin tersebut keluar, maka keluar juga darah karena tidak ada pengalihannya maka dinamakan nifas. (Lihat Al-Mughny: 1/277).

Asy-Syirazy,berkata : Adapun darah nifas maka mewajibkan mandi karena sesungguhnya itu adalah haid yang terkumpul, dan diharamkan puasa dan jima’ dan gugur kewajiban sholat maka diwajibkan mandi seperti haid (lihat Al-Majmu’: 2/167)

Apabila seorang wanita telah selesai haidh maka diwajibkan baginya untuk mandi. Berhentinya darah haidh (yang keluar dari rahim) merupakan syarat wajibnya mandi. Oleh karena itu, apabila dia mandi sebelum suci (darah berhenti keluar) maka mandinya tidak sah, sebab di antara syarat sah mandi adalah suci. Adapun dalil wajib mandi karena haid dan nifas, baik dari al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma' adalah:

* Firman Allah telah mengisyaratkan perbuatan ini,

ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم اللّه إن اللّه يحب التوابين ويحب المتطهرين

"Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apa bila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 222)

* Hadist yang berasal dari Fathimah binti Abi Hubaisy Radhiyallahu anha, ia menceritakan pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bahwa dia mengalami haid, lalu beliau memerintahkannya untuk berhenti melakukan ibadah karena ia tidak dalam keadaan suci. Kemudian setelah darah berhenti keluar, dia diperintahkan untuk mandi dan shalat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

فإذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة وإذا أدبرت فاغسلي وصلي

"Jika telah tiba masa haidhmu maka tinggalkan shalat, dan bila selesai masa haidmu maka mandilah kemudian shalatlah." (HR. Bukhari dan Muslim)

* Kata Imam AnyNawawi : Ulama telah sepakat tentang wajibnya mandi karena sebab haid dan sebab nifas dan di antara yang menukil ijma’ pada keduanya adalah Ibnu Mundzir dan Ibnu Jarir dan selainnya (Majmu’ 2/168).

D. Muallaf (orang yang kafir yang masuk islam)

Hadist Qais bin Ashim,

عن قيس بن عاصم أنه أسلم فأمره النبي صلى الله عليه و سلم أن يغتسل بماءوسدر

"Dari Qais bin Ashim Radhiyallahu Anhu bahwa ia masuk Islam, lalu diperintah oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam agar mandi dengan menggunakan air yang dicampur dengan daun bidara." (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 128, Nasa’I I: 109, Tirmidzi, II:58 no: 602 dan ‘Aunul Marbud II: 19 no: 351).

E. Mandinya Orang Yang Meninggal Dunia

Hukum memandikan adalah fardhu kifayah. Apabila telah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin, maka bagi yang lain gugur kewajibannya.

* Hadist Ummu ‘Athiyah ketika anak wanitanya meninggal dunia. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,

اغسلنها ثلاثا أو خمسا أو سبعا أو أكثر من ذلك إن رأيتن ذلك

"Mandikan dia sebanyak tiga kali (siraman), lima kali, tujuh kali atau lebih jika kalian menganggap itu perlu." (Muttafaqun ‘alaih)

* Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang seorang muhrim (orang yang mengerjakan ihram) yang terjatuh dan terlempar dari untanya:

اغسلوه بماء وسدر وكفنوه في ثوبيه

"Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dengan dua helai kainnya".(Muttafaqun 'alaih)

Catatan:

1. Diperbolehkan bagi suami atau isteri untuk memandikan pasangannya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'anha:

لو مت قبلي لغسلتك وكفنتك

"Seandainya engkau mati sebelumku, pasti aku akan memandikan dan mengkafanimu". (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi)

2. Orang dewasa baik laki-laki maupun wanita boleh memandikan anak yang di bawah umur tujuh tahun, baik laki-laki atau perempuan.

Ibnul Mundzir berkata,"Telah sepakat para ulama yang kami pegang pendapatnya, bahwa seorang wanita boleh memandikan anak kecil laki-laki." Karena tidak ada aurat ketika hidupnya, maka demikian pula setelah matinya". (Al-Mulakhash Al Fiqhi I/207)

3. Seorang muslim tidak boleh memandikan dan menguburkan seorang kafir.

Allah berfirman kepada NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam:

ولا تصل على أحد منهم مات أبدا ولا تقم على قبره إنهم كفروا بالله

"Janganlah engkau menyalatkan seorang yang mati di antara mereka selama-lamanya, dan janganlah engkau berdiri di atas kuburnya, sesungguhnya mereka kafir kepada Allah".(QS.At-Taubah: 84)

[Al-Qur'an Sunnah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar