Apa Saja Yang Menyebabkan Mandi Wajib
Yang Menyebabkan Mandi Wajib
Mandi wajib adalah mandi karena sebab-sebab tertentu, mandi disini
bukanlah sembarang mandi seperti mandi biasa, akan tetapi mandi Wajib
atau dengan kata lain Mandi Janabah. Hukum mandi Janabah adalah wajib
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
ولا جنبا إلا عابري سبيل حتى تغتسلوا
"Dan jangan pula (dekati sholat) sedang kalian dalam keadaan junub,
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi". (QS. An-Nisa` :
43)
Penyebab Diwajibkannya Mandi (wajib)
A. Keluarnya mani
Dalil yang menunjukkan tentang hal tersebut, diantaranya :
Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :
جاءت أم سليم إلى رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم فقالت : يا رسول
الله إن الله لا يستحيي من الحق فهل على المرأة من الغسل إذا هي احتلمت ؟
فقال النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم : نعم إذا رأت الماء
"Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam kemudian berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah tidak
malu dari kebenaran, maka apakah wajib atas seorang wanita untuk mandi
bila dia bermimpi ?. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa 'ala alihi wa
sallam menjawab : Iya bila ia melihat air (mani-pen.)" (HR. Bukhari dan
Muslim).
Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam mewajibkan mandi kepada wanita jika keluar air (mani) dan
hukum terhadap laki-laki sama. (Lihat Fathul bary :1/462, Ihkamul ahkam :
1/100)
Dalam hal ini terdapat 3 (tiga) permasalahan:
1. Kalau seorang mimpi tetapi tidak mendapati mani, maka tidak wajib
mandi menurut kesepakatan para ulama sebagaimana dinukil oleh Ibnu
Mundzir dalam kitabnya; Al-Ijma’
Ibnul Mundzir mengatakan,
وأجمعوا على أن الرجل إذا رأى في منامه أنه احتلم، أو جامع ولم يجد بللًا: أن لا غسل عليه
“Para ulama sepakat bahwa orang yang bermimpi ketika tidur, mimpi basah
atau melakukan hubungan badan, namun dia tidak mendapatkan sesuatu yang
basah, maka dia tidak wajib mandi.” (Al-Ijma’, hlm. 36).
2.
Kalau seseorang terjaga dari tidur kemudian dia mendapatkan cairan dan
tidak bermimpi maka dia wajib mandi, karena hadits Aisyah radhiyallhu
‘anha beliau berkata :
سئل رسول الله عن الرجل يجد بلل ولا يذكر إحتلاما قال : يغتسل. وعن الرجل يرى أنه قد احتلم ولا يجد البلل قال : لا غسل عليه
"Rasulullah ditanya tentang seseorang yang mendapatkan bekas basahan
dan dia tidak menyebutkan bahwa dia mimpi, beliau menjawab : Wajib
mandi. Dan (beliau juga ditanya) tentang seseorang yang menganggap bahwa
dirinya mimpi tapi tidak mendapatkan basahan, beliau menjawab : Tidak
wajib atasnya untuk mandi". (HR. Abu Daud no. 236, At-Tirmidzy no. 112
dan Ibnu Majah no. 612 dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohih
At-Tirmidzy).
3. Kalau keluar mani tanpa syahwat seperti karena kedinginan atau sakit maka tidak wajib mandi.
Hal ini berdasarkan Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu :
أن رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم قال : إذا حذفت فاغتسل من
الجنابة فإذا لم تكن حاذفا فلا تغتسل. وفي لفظ آخر : فإذا رأيت فضح الماء
فاغتسل. وفي لفظ آخر : فإذا فضحت الماء فاغتسل.
"Sesungguhnya
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : Jika
kamu memancarkan mani dengan kuat) maka mandilah dari janabah dan jika
tidak, maka tidak wajib mandi. Dan dalam lafazh yang lain : "Jika kamu
melihat mani yang memancar dengan kuat maka mandilah". Dan dalam lafazh
yang lain : "Jika kamu memancarkan mani dengan kuat maka mandilah". (HR.
Ahmad 1/107, 109, 125, Abu Daud 206 dan An-Nasa`i 1/93 dan dishohihkan
oleh Ahmad Syakir dan Syeikh Al-Albany rahimahumullah dalam Al-Irwa`
1/162).
Hadits diatas menunjukkan bahwasanya jika mani keluar
tidak dengan syahwat maka tidak wajib mandi, sebab mani itu dapat keluar
dengan kuat dan memancar dan hal tersebut tidaklah terjadi kecuali
kalau keluarnya dengan syahwat. Ini adalah pendapat Jumhur, Abu Hanifah,
Malik dan Ahmad dan dikuatkan oleh Ahli Fiqh zaman ini Syeikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahumullah. (Lihat : Nailul Authar 1/258 dan Asy-Syarah
Al-Mumti’ 1/386-387.)
B. Bertemunya dua khitan (kemaluan) walaupun tidak keluar mani
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
إذا جلس أحدكم بين شعبها الأربع ثم جهدها فقد وجب الغسل وفي رواية لمسلم وإن لم ينزل
"Apabila seseorang duduk antara empat bagiannya (tubuh perempuan)
kemudian ia bersungguh-sungguh maka telah wajib atasnya mandi. Dan salah
satu riwayat dalam Shohih Muslim "walaupun tidak keluar". (HR. Bukhai
dan Muslim)
Dalam menjelaskan hadits di atas Imam An-Nawawi
rahimahullah dalam Syarh Shohih Muslim 4/40-41, beliau berkata: "Makna
hadits ini bahwasanya wajibnya mandi tidak terbatas hanya pada keluarnya
mani, tetapi kapan tenggelam kemaluan laki-laki dalam kemaluan wanita
maka wajib atas keduanya untuk mandi".
Dan begitu juga Imam
Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 2/6 , berkata: "Dan kebanyakan ulama
beramal dengan hadits ini demikian pula yang datang sesudahnya, bahwa
siapa yang menggauli istrinya pada kemaluannya maka wajib mandi atas
keduanya walaupun tidak keluar mani".
C. Karena Haid dan Nifas
Haid dan Nifas adalah sama hukumnya sebagaimana penjelasan para
ulama,diantaranya: Ibnu Qudamah,berkata : Nifas sama dengan haid karena
sesunguhnya darah nifas adalah darah haid, karena itu ketika seorang
wanita hamil maka dia tidak haid sebab darah haid tersebut dialihkan
menjadi makanan janin. Maka tatkala janin tersebut keluar, maka keluar
juga darah karena tidak ada pengalihannya maka dinamakan nifas. (Lihat
Al-Mughny: 1/277).
Asy-Syirazy,berkata : Adapun darah nifas
maka mewajibkan mandi karena sesungguhnya itu adalah haid yang
terkumpul, dan diharamkan puasa dan jima’ dan gugur kewajiban sholat
maka diwajibkan mandi seperti haid (lihat Al-Majmu’: 2/167)
Apabila seorang wanita telah selesai haidh maka diwajibkan baginya untuk
mandi. Berhentinya darah haidh (yang keluar dari rahim) merupakan
syarat wajibnya mandi. Oleh karena itu, apabila dia mandi sebelum suci
(darah berhenti keluar) maka mandinya tidak sah, sebab di antara syarat
sah mandi adalah suci. Adapun dalil wajib mandi karena haid dan nifas,
baik dari al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma' adalah:
* Firman Allah telah mengisyaratkan perbuatan ini,
ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم اللّه إن اللّه يحب التوابين ويحب المتطهرين
"Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apa bila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (QS.
Al-Baqarah: 222)
* Hadist yang berasal dari Fathimah binti Abi
Hubaisy Radhiyallahu anha, ia menceritakan pada Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wa Sallam bahwa dia mengalami haid, lalu beliau memerintahkannya
untuk berhenti melakukan ibadah karena ia tidak dalam keadaan suci.
Kemudian setelah darah berhenti keluar, dia diperintahkan untuk mandi
dan shalat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
فإذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة وإذا أدبرت فاغسلي وصلي
"Jika telah tiba masa haidhmu maka tinggalkan shalat, dan bila selesai
masa haidmu maka mandilah kemudian shalatlah." (HR. Bukhari dan Muslim)
* Kata Imam AnyNawawi : Ulama telah sepakat tentang wajibnya mandi
karena sebab haid dan sebab nifas dan di antara yang menukil ijma’ pada
keduanya adalah Ibnu Mundzir dan Ibnu Jarir dan selainnya (Majmu’
2/168).
D. Muallaf (orang yang kafir yang masuk islam)
Hadist Qais bin Ashim,
عن قيس بن عاصم أنه أسلم فأمره النبي صلى الله عليه و سلم أن يغتسل بماءوسدر
"Dari Qais bin Ashim Radhiyallahu Anhu bahwa ia masuk Islam, lalu
diperintah oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam agar mandi dengan
menggunakan air yang dicampur dengan daun bidara." (Shahih: Irwa-ul
Ghalil no: 128, Nasa’I I: 109, Tirmidzi, II:58 no: 602 dan ‘Aunul Marbud
II: 19 no: 351).
E. Mandinya Orang Yang Meninggal Dunia
Hukum memandikan adalah fardhu kifayah. Apabila telah dikerjakan oleh
sebagian kaum muslimin, maka bagi yang lain gugur kewajibannya.
* Hadist Ummu ‘Athiyah ketika anak wanitanya meninggal dunia. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
اغسلنها ثلاثا أو خمسا أو سبعا أو أكثر من ذلك إن رأيتن ذلك
"Mandikan dia sebanyak tiga kali (siraman), lima kali, tujuh kali atau
lebih jika kalian menganggap itu perlu." (Muttafaqun ‘alaih)
*
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang seorang muhrim
(orang yang mengerjakan ihram) yang terjatuh dan terlempar dari untanya:
اغسلوه بماء وسدر وكفنوه في ثوبيه
"Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dengan dua helai kainnya".(Muttafaqun 'alaih)
Catatan:
1. Diperbolehkan bagi suami atau isteri untuk memandikan pasangannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'anha:
لو مت قبلي لغسلتك وكفنتك
"Seandainya engkau mati sebelumku, pasti aku akan memandikan dan mengkafanimu". (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi)
2. Orang dewasa baik laki-laki maupun wanita boleh memandikan anak yang
di bawah umur tujuh tahun, baik laki-laki atau perempuan.
Ibnul Mundzir berkata,"Telah sepakat para ulama yang kami pegang
pendapatnya, bahwa seorang wanita boleh memandikan anak kecil
laki-laki." Karena tidak ada aurat ketika hidupnya, maka demikian pula
setelah matinya". (Al-Mulakhash Al Fiqhi I/207)
3. Seorang muslim tidak boleh memandikan dan menguburkan seorang kafir.
Allah berfirman kepada NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
ولا تصل على أحد منهم مات أبدا ولا تقم على قبره إنهم كفروا بالله
"Janganlah engkau menyalatkan seorang yang mati di antara mereka
selama-lamanya, dan janganlah engkau berdiri di atas kuburnya,
sesungguhnya mereka kafir kepada Allah".(QS.At-Taubah: 84)
[Al-Qur'an Sunnah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar