Rabu, 20 November 2013

BOLEHNYA SHALAT DHUHA BERJAMA’AH SESEKALI WAKTU



TENTANG SHALAT DHUHA BERJAMA’AH JIKA ADA MASLAHAT

Mengenai shalat Dhuha apakah boleh dikerjakan secara berjam'ah?, Jawabannya adalah boleh, asalkan dikerjakan secara jarang-jarang, mungkin seminggu sekali, atau seminggu dua kali, lalu sesering mungkin untuk dikerjakan secara sendiri-sendiri, hal ini yang sering dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Syaikh Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, mengatakan: ,”Sholat Dhuha ini dapat dikerjakan secara sendirian dan dapat pula dikerjakan berjama’ah.” Beliau lalu menyebutkan dalilnya, yaitu hadis dari ‘Itban bin Malik RA yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dll. (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shalah, 2/399).

Imam An-Nawawi tatkala menjelaskan hadits mengenai qiyam Ramadhan (tarawih), beliau rahimahullah mengatakan, “Boleh mengerjakan shalat sunnah secara berjama’ah. Namun pilihan yang paling bagus adalah dilakukan sendiri-sendiri (munfarid) kecuali pada beberapa shalat khusus seperti shalat ‘ied, shalat kusuf (ketika terjadi gerhana), shalat istisqo’ (minta hujan), begitu pula dalam shalat tarawih menurut mayoritas ulama.”[Syarh Muslim, 3/105, Abu Zakaria Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah]

Ada sebuah pertanyaan yang pernah diajukan pada Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengenai hukum mengerjakan shalat nafilah (shalat sunnah) dengan berjama’ah. Syaikh rahimahullah menjawab:

“Apabila seseorang melaksanakan shalat sunnah terus menerus secara berjama’ah, maka ini adalah sesuatu yang tidak disyari’atkan. Adapun jika dia melaksanakan shalat sunnah tersebut kadang-kadang secara berjama’ah, maka tidaklah mengapa karena terdapat petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini seperti  shalat malam yang beliau lakukan bersama Ibnu ‘Abbas, Sebagaimana pula beliau pernah melakukan shalat bersama Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dan anak yatim di rumah Ummu Sulaim, dan masih ada contoh lain semisal itu.”[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 14/231, Asy Syamilah]

Berikut ini ada 7 hadits yang berkaitan dengan shalat Dhuha secara berjama'ah:
.
(1).      Dalam kitab Fathul Bari (Syarah Shahih Bukhari) (4/177) karya Imam Ibnu Hajar Al-’Asqalani, dinukilkan hadis shahih dari ‘Itban bin Malik :,
.
عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ: " أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ الضُّحَى، فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ "
Artinya:
Dari Itban bin Malik Radhiyallahu Anhu: bahwa Rasulullah SAW telah melakukan sholat Dhuha (subhata adh-dhuha) di rumahnya [rumah 'Itban bin Malik], Maka orang-orang pada berdiri di belakang beliau dan mereka pun sholat dengan sholat beliau. (Shahih, HR Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya (1165), Ahmad dalam Musnadnya (22657), Ad-Daruqutni dalam Sunannya, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Ibnu Syabah dalam Tarikh Madinah, di shahihkan oleh imam Ibnu Khuzaimah, Syeikh Syu'aib Al-Arna’ut, Al-Baghawi, Dr. M Musthofa Al-A'dzami, dll.
.
Imam Ibnu Hajar Al-’Asqalani menjelaskan bahwa hadis di atas adalah hadis riwayat Imam Ahmad. Beliau juga menyatakan bahwa hadis yang semakna ini telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari shahabat Ibnu Wahab bin Yunus RA. (Ibnu Hajar Al-’Asqalani, Fathul Bari, 4/177).

Hadits diatas menunjukkan bahwa Nabi mengerjakan shalat Dhuha berjama'ah bersama para sahabatnya di rumahnya Itban Ibnu Malik Radhiyallahu Anhu.



(2). Hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu Anhu :



عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَطْلُبُهُ. فَقِيلَ لِي: خَرَجَ قَبْلُ. قَالَ: فَجَعَلْتُ لَا أَمُرُّ بِأَحَدٍ إِلَّا قَالَ: مَرَّ قَبْلُ ,حَتَّى مَرَرْتُ فَوَجَدْتُهُ قَائِمًا يُصَلِّي. قَالَ: فَجِئْتُ حَتَّى قُمْتُ خَلْفَهُ قَالَ: فَأَطَالَ الصَّلَاةَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ. قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَقَدْ صَلَّيْتَ صَلَاةً طَوِيلَةً. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ اللهَ ثَلَاثًا... (اخرجه أحمد وقال الأرناؤوط: صحيح لغيره)

Artinya:

Dari Mu’adz bin Jabbal Radhiyallahu Anhu berkata: “Aku mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, akupun mencarinya (karena beliau tidak ada di rumah), lalu ada orang yang berkata kepadaku: Rasulullah telah keluar / pergi sebelumnya. Mu’adz berkata lagi: lalu aku berjalan menyusul Rasulullah, tidak ada satupun orang-orang yang aku temui kecuali mereka berkata: Rasulullah telah pergi sebelumnya, sehingga saya berjalan terus hingga saya menemui Rasulullah, saat itu beliau sedang mengerjakan shalat, Mu’adz berkata lagi: lalu aku mendatangi Nabi sehingga akupun ikut shalat berjama’ah di belakangnya, Mu’adz bin Jabal berkata lagi: Rasulullah memperpanjang shalatnya, tatkala selesai shalat, aku bertanya kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah, sungguh engkau shalat sangat panjang sekali.. Lalu Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya saya shalat Roghbah Wa Rohbah, aku memohon kepada Rabbku.. hingga tiga kali….” (Shahih lighairihi, HR Ahmad, Syeikh Syu’aib Al-Arna’ut menilai : hadits ini Shahih lighairihi).    



Dari hadits diatas menunjukkan tentang sahnya shalat berjama’ah, sebagaimana yang dilakukan Nabi bersama sahabat Mu’adz bin Jabal dalam Shalat Roghbah wa Rohbah secara berjama’ah, Adapun Shalat Roghbah Wa Rohbah adalah shalat Dhuha. Hal ini sebagaimana dalam hadits riwayat Anas bin Malik berikut ini:





عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ صَلَّى سُبْحَةَ الضُّحَى ثَمَانِ رَكَعَاتٍ, فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: " إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا…..(اخرجه أحمد وابن حزيمة وضياء المقدسي والنسائي في سنن الكبرى وغيره وصححه ابن حزيمة والأرناؤوط والهيثمي وحسنه الضياء المقدسي (مجمع الزوائد (2/236 رقم 3411))



Artinya:

“Saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam shalat DHUHA delapan raka’at di saat safar (dalam perjalanan), tatkala telah selesai shalat, beliau berkata: Sesungguhnya saya tadi sedang Shalat Roghbah Wa Rohbah (ya’ni: shalat dengan penuh harap dan cemas), aku memohon kepada Rabbku.. hingga tiga kali….” (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Nasa’I dalam Sunan Al-Kubro, dll. di nilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Al-Arna’ut, Al-Haitsami, dan di hasankan oleh Dhiya’ Al-Maqdisi (Majma’ Az-Zawa’id (2/236 no. 3411))

 
(3). Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (602):

عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " دَخَلَ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ فَأَتَوْهُ بِسَمْنٍ وَتَمْرٍ، فَقَالَ: « رُدُّوا هَذَا فِي وِعَائِهِ، وَهَذَا فِي سِقَائِهِ، فَإِنِّي صَائِمٌ»، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ تَطَوُّعًا فَقَامَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ وَأُمُّ حَرَامٍ خَلْفَنَا، قَالَ ثَابِتٌ: وَلَا أَعْلَمُ أنسا إِلَّا قَالَ: أَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ عَلَى بِسَاطٍ

Artinya:
“Dari Anas bin Malik bin Malik berkata: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam masuk (berkunjung) ke rumah Ummu Harom, lalu beliau di beri suguhan / hidangan minyak dan Kurma, Lalu beliau bersabda: "Kembalikan ini ke Wi’a’ nya (wadah kurma), dan ini ke saqo’nya (wadah minyak), karena sesungguhnya saya sedang berpuasa.,

lalu Nabi berdiri dan beliau sholat berjama'ah bersama kami (yaitu anas bin Malik) dua roka’at “shalat sunnah”, lalu berdirilah Ummu Sulaim, dan Ummu Harom, di belakang kami, Tsabit berkata: Aku tidak mengetahuinya kecuali perkataan Anas: Nabi menarikku hingga aku berdiri di sebelah kanannya diatas Tikar.” (Shahih, HR Abu Dawud (602), di shahihkan oleh Syeikh Al-Albani).

Nabi mengerjakan shalat sunnah secara berjama’ah bersama Anas bin Malik, Ummu Harom dan Ummu Sulaim, padahal saat itu beliau sedang berpuasa, ini menunjukkan bahwa beliau mengerjakan shalat Dhuha.


(4). Hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ ضَخْمٌ، لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُصَلِّيَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنِّي لَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أُصَلِّيَ مَعَكَ، فَلَوْ أَتَيْتَ مَنْزِلِي فَصَلَّيْتَ فَأَقْتَدِيَ بِكَ، فَصَنَعَ الرَّجُلُ طَعَامًا، ثُمَّ دَعَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَضَحَ طَرَفَ حَصِيرٍ لَهُمْ، " فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ "، فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ آلِ الْجَارُودِ، لِأَنَسٍ: وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى؟ قَالَ: " مَا رَأَيْتُهُ صَلَّاهَا إِلَّا يَوْمَئِذٍ "
Artinya:
Dari Anas bin Malik radhiallahu ’anhu, beliau bercerita: “Ada seorang laki-laki (kalangan Anshar) yang kegemukan badan, ia tidak bisa shalat bersama rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu laki-laki tadi berkata: "Saya tidak bisa shalat (berjama’ah) bersama Anda (dikarenakan kegemukan badan), kalau seandainya engkau mendatangi rumahku aku akan ikut shalat berjama’ah bersama anda,.” Anas melanjutkan ceritanya: “Kemudian Laki-laki tadi membuatkan makanan untuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan mengundang Nabi agar hadir ke rumahnya. Maka dihamparkan “tikar” dan beliau memerciki bagian ujung-ujungnya dengan air, kemudian shalat dua rakaat di atas tikar tersebut.” Ada seseorang dari keluarga Al-Jarud bertanya kepada Anas: “Apakah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melaksanakan shalat dhuha?” jawab Anas: “Saya belum pernah melihat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melaksanakan dhuha kecuali hari itu.” (Shahih, HR. imam Ahmad (12328), imam Bukhori No.670, Al-Bazzar, dll. Lafadz milik imam Ahmad, di shahihkan oleh syeikh Syu’aib Al-Arna’ut dalam Tahqiq Musnad Ahmad).
.
Hadis ini dibawakan oleh Bukhari dalam bab: “Apakah Imam shalat bersama orang yang tidak bisa berjamaah.” Karena zahir hadis menunjukkan bahwa beliau mengerjakannya berjamaah dengan orang Anshar tersebut.
.
Al Hafidz Al-Aini Rahimahullah menyebutkan beberapa pelajaran penting dari hadis ini. Diantara yang beliau sebutkan adalah bolehnya mengerjakan shalat sunah dhuha secara berjamaah. (Umdatul Qori, 5:196).
.
Faedah hadits diatas: Sesungguhnya seseorang yang kegemukan, yang membuatnya tidak mampu berjalan untuk datang ke Masjid (dalam shalat berjama’ah),  Maka hal itu bisa menjadi Udzur / keringanan baginya untuk meninggalkan shalat berjama’ah. (Ibnu Rajab dalam Fathul Bari (6/92))
 .
(5).      A`idz bin Amr Radhiyallahu Anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Thabrani. Dari ‘A`idz bin Amr Radhiyallahu Anhu dia berkata,
.
عَنْ عَائِذِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: كَانَ فِى الْمَاءِ قِلَّةٌ، فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى قَدَحٍ أَوْ فِى جَفْنَةٍ فَنَضَحَنَا بِهِ، قَالَ: وَالسَّعِيدُ فِى أَنْفُسِنَا مَنْ أَصَابَهُ، وَلاَ نُرَاهُ إِلاَّ قَدْ أَصَابَ الْقَوْمَ كُلَّهُمْ، قَالَ: ثُمَّ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الضُّحَى.
.
”Suatu saat air sedikit, maka Rasulullah SAW pun berwudhu dengan air dalam satu gelas (qadah) atau satu mangkuk besar (jafnah). Lalu Rasulullah SAW menasehati kami karena sedikitnya air saat itu. Rasulullah SAW bersabda,’Orang yang bahagia di antara kita adalah orang yang terkena musibah, tapi dia tidak memperlihatkan itu kepada kita. Kecuali kalau musibah itu sudah menimpa semua orang dalam satu kaum.’ Kemudian Rasululullah SAW shalat Dhuha bersama-sama kami.” (Hasan lighairihi, HR Ahmad no 19721; Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, no 14462, syawahid ini di sebutkan oleh imam Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro (2/250)).

Hadits diatas yang menunjukkan Nabi shalat Dhuha berjama'ah adalah lafadz:  Kemudian Rasululullah SAW shalat Dhuha bersama-sama kami (Ya'ni para sahabat).”
.
(6).   . Riwayat dari Ubaidillah bin Abdillah bin ‘Uthbah, beliau megatakan:
.
دخلت على عمر بن الخطاب بالهاجرة، فوجدته يسبح، فقمت وراءه، فقربني حتى جعلني حذاءه عن يمينه، فلما جاء (يرفأ) تأخرت فصففنا وراءه
.
“Aku masuk menemui Umar di waktu matahari sedang terik, ternyata aku melihat beliau sedang shalat sunnah, lalu aku berdiri di belakangnya dan beliau menarikku sampai aku sejajar dengan pundaknya di sebelah kanan. Ketika datang Yarfa’ (pelayan Umar) aku mundur dan membuat shaf berjama'ah di belakang Umar radhiallahu ’anhu.” (HR. Malik dalam Al Muwatha’ 523 dan dishahihkan Syaikh Al Albani di As Shahihah catatan hadis 2590).
 .
Hadis ini dimasukkan Imam Malik di kitab Muwaththa’ dalam Bab Shalat Dhuha. Karena yang dimaksud waktu matahari sedang terik dalam hadis di atas, dipahami sebagai waktu Dhuha.

Dari perbuatan Umar ini bisa diambil kesimpulan, bahwa shalat sunnah Dhuha juga bisa dikerjakan secara berjama'ah.
 .
(7).      Riwayat Shahih dari Ibnu Abi Syaibah (7777) dari Ibn Mas’ud, bahwasanya beliau (Ibnu Mas’ud) melihat beberapa orang shalat dhuha bersama-sama di Masjid, kemudian beliau mengingkarinya, sambil mengatakan:
إِنْ كَانَ وَلَا بُدَّ فَفِي بُيُوتِكُمْ
.
“Jika memang kalian semua ingin melaksanakan shalat dhuha juga -secara berjama'ah-, mengapa tidak di rumah kalian??.” (Shahih, HR Thabrani, Ibnu Abi Syaibah, di shahihkan oleh imam Al-Hatsami dalam Majma' Zawa'id (2/260), Lafadz milik Ibnu Abi Syaibah).
 .
Dari Riwayat Ibnu Mas’ud diatas menunjukkan Shalat Dhuha secara berjama’ah lebih Layak untuk di kerjakan diluar Masjid (yaitu di Rumah).
.
Bahkan Ibnu Umar menganggap bid’ah jika shalat Dhuha di kerjakan secara berjama’ah terus menerus di Masjid.
Dari Mujahid Rahimahullah  berkata:
.
عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا وَعُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ الْمَسْجِدَ، فَإِذَا نَحْنُ بِعَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ فَجَالَسْنَاهُ، قَالَ: فَإِذَا رِجَالٌ يُصَلُّونَ الضُّحَى، فَقُلْنَا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا هَذِهِ الصَّلَاةُ؟ فَقَالَ: بِدْعَةٌ،
.
“Saya dan Urwan bin Zubair masuk masjid, sementara Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu duduk menghadap ke arah kamarnya Aisyah. Kemudian kami duduk mendekat beliau. Tiba-tiba ada banyak orang melaksanakan shalat dhuha (di masjid). Kami bertanya: “Wahai Abu Abdirrahman, shalat apa ini?” Beliau (ibn Umar) menjawab: “Bid’ah..!” (HR. Ahmad 6126, kata Syaikh Al Arnauth: Sanadnya shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim).
 .
TAMBAHAN:
.
Namun kadangkala Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah shalat dua raka’at sunnah di masjid secara berjama’ah
(tatkala menemui masjid Bani Mu’awiyah di suatu daerah).
.
عن سعد بن أبي وقاص: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أقبل ذات يوم من العالية حتى إذ مر بمسجد بني معاوية دخل فركع فيه ركعتين وصلينا معه ودعا ربه طَويلا ثمَّ انْصَرف إِلَيْنَا فَقَالَ سَأَلت رَبِّي.... فَذكره " (صحيح اخرجه احمد، ومسلم وابن خزيمة، وابن حبان وغيره").

Artinya:
Dari Sa’ad bin Abi Waqas Radhiyallahu Anhu : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah datang dari Aliyah (perjalanan tempat yang tinggi), sesampai Masjid Bani Mu’awiyah , beliau masuk ke masjid dan melakukan shalat sunnah dua Raka’at, dan Kami shalat di belakang beliau, dan Rasulullah berdo’a lama sekali di dalam shalat (sa’at sujud),  kemudian setelah selesai beliau menghadap ke kami, beliau berkata: “aku tadi sedang meminta kepada Rabbku….” (HR Muslim (4/2216, no. 2890), Ahmad (1574), Ibnu Khuzaimah (1217), Ibnu Hibban (7237), dll dengan matan yang panjang).
.
Dalam kesempatan lain, Nabi Shalat delapan Raka’at sendirian :
.
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ " خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى حَرَّةِ بَنِي مُعَاوِيَةَ فَاتَّبَعْتُ أَثَرَهُ حَتَّى ظَهَرَ عَلَيْهَا فَصَلَّى الضُّحَى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ طَوَّلَ فِيهِنَّ….(اخرجه ابن أبي شيبة في مصنفه وحسنه البوصري بشواهده في اتحاف الخيرة المهرة (2/398 رقم (1759))

Artinya:
Dari Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pergi ke daerah Bani Mu’awiyah (untuk shalat di Masjid tersebut), lalu akupun mengikutinya jejak kakinya, sampai aku bertemu Rasulullah dan beliau ternyata shalat Dhuha delapan Raka’at dengan memperpanjang shalatnya…dst.  (Hasan dengan Syawahidnya, HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya, di hasankan oleh imam Al-Bushiri dalam Kitabnya “Ithaful Khiroh Al-Maharoh (2/398 no. 1759))
 .
Contoh dari para Sahabat Yang Shalat Dhuha di Masjid
.


Dalam hadits Nabi disebutkan:



عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى عَلَى مَسْجِدِ قُبَاءَ، أَوْ دَخَلَ مَسْجِدَ قُبَاءَ، بَعْدَمَا أَشْرَقَتِ الشَّمْسُ، فَإِذَا هُمْ يُصَلُّونَ فَقَالَ: " إِنَّ صَلَاةَ الْأَوَّابِينَ كَانُوا يُصَلُّونَهَا إِذَا رَمِضَتْ الْفِصَالُ "

Artinya:

Dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendatangi masjid Quba’ atau masuk ke masjid Quba’ setelah terbitnya matahari, tiba-tiba mereka (para sahabat) mengerjakan shalat Dhuha, Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Shalatnya awwabin adalah shalatnya seseorang disaat anak unta merasakan kakinya kepanasan karena terbakar panasnya pasir.” (Shahih, HR Ahmad (32/92 no. 19346), Ibnu Abi Syaibah (2/173 no. 7785), dll. Lafadz Milik Imam Ahmad. Di shahihkan oleh Syeikh Syu’aib Al-Arna’ut dalam Tahqiq Musnad Ahmad).
 
Dalam riwayat lain: 
 .
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ: أَنَّهُ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّون الضُّحَى فِي مَسْجِدِ قُبَاء فَقَالَ: لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلَاةَ فِي غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الفصال)
(رواه ابن حبان وأحمد والبزار وغيره وصححه البيهقي والهيثمي والألباني والأرناؤوط)

Artinya:
Zaid bin Arqam Radhiyallaahu ‘anhu melihat orang-orang sedang mengerjakan shalat dhuha  di Masjid Quba’, maka ia berkata: Ketahuilah, orang-orang itu sungguh mengetahui bahwa shalat (dhuha) di selain waktu ini lebih utama. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalatnya awwabin adalah tatkala anak unta merasakan kakinya kepanasan karena terbakar panasnya pasir.” (HR. Muslim no. 1743)
.
Waktu yang demikian itu, kata Al-Imam Ash-Shan’ani Rahimahullah adalah ketika matahari telah tinggi dan panasnya terasa. (Subulus Salam, 3/50)
.
Al-Imam An Nawawi Rahimahullah berkata, “Ar-Ramdha’ adalah pasir yang panasnya bertambah sangat karena terbakar matahari. Shalat awwabin adalah saat kaki-kaki anak unta yang masih kecil terbakar karena menapak/menginjak pasir yang sangat panas. Awwab adalah orang yang taat. Ada yang mengatakan awwab adalah orang yang kembali dengan melakukan ketaatan. Dalam hadits ini ada keutamaan shalat di waktu tersebut dan ia merupakan waktu yang paling utama untuk mengerjakan shalat dhuha, walaupun shalat dhuha boleh dikerjakan dari mulai terbitnya matahari sampai tergelincirnya.” (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, 6/272)
 .
TAMBAHAN:
 .
Shalat Dhuha juga di syari’atkan Ketika Safar / Bepergian.
.
Dalam hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ صَلَّى سُبْحَةَ الضُّحَى ثَمَانِ رَكَعَاتٍ, فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: " إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا…..(اخرجه أحمد وابن حزيمة وضياء المقدسي والنسائي في سنن الكبرى وغيره وصححه ابن حزيمة والأرناؤوط والهيثمي وحسنه الضياء المقدسي (مجمع الزوائد (2/236 رقم 3411))

Artinya:
“Saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam shalat dhuha delapan raka’at di saat safar (bepergian jauh), tatkala telah selesai shalat, beliau berkata: Sesungguhnya saya tadi shalat dengan penuh harap dan cemas, aku memohon kepada Rabbku.. hingga tiga kali…. (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Nasa’I dalam Sunan Al-Kubro, dll. di shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al-Arna’ut, Al-Haitsami, dan di hasankan oleh Dhiya’ Al-Maqdisi (Majma’ Az-Zawa’id (2/236 no. 3411))

Jadi Kesimpulannya: Shalat Dhuha lebih utama di kerjakan di Rumah dengan Variasi (kadang sendiri-sendiri, dan ini yang sering di lakukan Rasulullah, Kadang-kadang bisa dilakukan dengan berjama'ah, mungkin berjama'ah seminggu sekali atau seminggu dua kali. Boleh juga Shalat Dhuha untuk di kerjakan di masjid dan dimanapun saja jika benar-benar tidak memungkinkan untuk shalat di rumah. Boleh juga dikerjkan ketika safar (kerika bepergian jauh).


Maraji’:
Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shalah, Karya Syeikh Mahmud Abdul Lathif
Fathul Bari Syarah Shahihil Bukhari Karya Ibnu Hajar Al-Asqalani
Umdatul Qari Syarah Shahihil Bukhari Karya Al-Hafidz Al-Aini, dll
.
Penulis: Lilik Ibadurrohman, S.Th.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar