TENTANG SHALAT DHUHA
BERJAMA’AH JIKA ADA MASLAHAT
Mengenai shalat Dhuha apakah boleh dikerjakan secara berjam'ah?, Jawabannya adalah boleh, asalkan dikerjakan secara jarang-jarang, mungkin seminggu sekali, atau seminggu dua kali, lalu sesering mungkin untuk dikerjakan secara sendiri-sendiri, hal ini yang sering dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Imam An-Nawawi tatkala menjelaskan hadits mengenai qiyam Ramadhan (tarawih), beliau rahimahullah mengatakan, “Boleh mengerjakan shalat sunnah secara berjama’ah. Namun pilihan yang paling bagus adalah dilakukan sendiri-sendiri (munfarid) kecuali pada beberapa shalat khusus seperti shalat ‘ied, shalat kusuf (ketika terjadi gerhana), shalat istisqo’ (minta hujan), begitu pula dalam shalat tarawih menurut mayoritas ulama.”[Syarh Muslim, 3/105, Abu Zakaria Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah]
Ada sebuah pertanyaan yang pernah diajukan pada Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengenai hukum mengerjakan shalat nafilah (shalat sunnah) dengan berjama’ah. Syaikh rahimahullah menjawab:
“Apabila seseorang
melaksanakan shalat sunnah terus menerus secara berjama’ah, maka ini
adalah sesuatu yang tidak disyari’atkan. Adapun jika dia melaksanakan
shalat sunnah tersebut kadang-kadang secara berjama’ah, maka tidaklah
mengapa karena terdapat petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai hal ini seperti shalat malam yang beliau lakukan bersama Ibnu
‘Abbas, Sebagaimana pula beliau pernah melakukan shalat bersama
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dan anak yatim di rumah Ummu Sulaim, dan masih ada contoh lain semisal itu.”[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 14/231, Asy Syamilah]
Berikut ini ada 7 hadits yang berkaitan dengan shalat Dhuha secara berjama'ah:
.
(1). Dalam kitab Fathul Bari (Syarah Shahih Bukhari) (4/177) karya Imam Ibnu Hajar Al-’Asqalani, dinukilkan hadis shahih dari ‘Itban bin Malik :,
.
عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ: " أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ
الضُّحَى، فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ "
Artinya:Dari Itban bin Malik Radhiyallahu Anhu: bahwa Rasulullah SAW telah melakukan sholat Dhuha (subhata adh-dhuha) di rumahnya [rumah 'Itban bin Malik], Maka orang-orang pada berdiri di belakang beliau dan mereka pun sholat dengan sholat beliau. (Shahih, HR Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya (1165), Ahmad dalam Musnadnya (22657), Ad-Daruqutni dalam Sunannya, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Ibnu Syabah dalam Tarikh Madinah, di shahihkan oleh imam Ibnu Khuzaimah, Syeikh Syu'aib Al-Arna’ut, Al-Baghawi, Dr. M Musthofa Al-A'dzami, dll.
.
Imam Ibnu Hajar Al-’Asqalani menjelaskan bahwa hadis di atas adalah hadis riwayat Imam Ahmad. Beliau juga menyatakan bahwa hadis yang semakna ini telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari shahabat Ibnu Wahab bin Yunus RA. (Ibnu Hajar Al-’Asqalani, Fathul Bari, 4/177).
Hadits diatas menunjukkan bahwa Nabi mengerjakan shalat Dhuha berjama'ah bersama para sahabatnya di rumahnya Itban Ibnu Malik Radhiyallahu Anhu.
(2). Hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu Anhu :
عَنْ
مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَطْلُبُهُ. فَقِيلَ لِي: خَرَجَ قَبْلُ. قَالَ: فَجَعَلْتُ لَا أَمُرُّ
بِأَحَدٍ إِلَّا قَالَ: مَرَّ قَبْلُ ,حَتَّى مَرَرْتُ فَوَجَدْتُهُ قَائِمًا يُصَلِّي. قَالَ: فَجِئْتُ
حَتَّى قُمْتُ خَلْفَهُ قَالَ: فَأَطَالَ الصَّلَاةَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ.
قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَقَدْ صَلَّيْتَ صَلَاةً طَوِيلَةً. فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ
رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ اللهَ ثَلَاثًا... (اخرجه أحمد وقال الأرناؤوط:
صحيح لغيره)
Artinya:
Dari Mu’adz bin Jabbal Radhiyallahu
Anhu berkata: “Aku mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, akupun
mencarinya (karena beliau tidak ada di rumah), lalu ada orang yang berkata
kepadaku: Rasulullah telah keluar / pergi sebelumnya. Mu’adz berkata lagi: lalu
aku berjalan menyusul Rasulullah, tidak ada satupun orang-orang yang aku temui
kecuali mereka berkata: Rasulullah telah pergi sebelumnya, sehingga saya
berjalan terus hingga saya menemui Rasulullah, saat itu beliau sedang
mengerjakan shalat, Mu’adz berkata lagi: lalu aku mendatangi Nabi
sehingga akupun ikut shalat berjama’ah di belakangnya, Mu’adz
bin Jabal berkata lagi: Rasulullah memperpanjang shalatnya, tatkala selesai
shalat, aku bertanya kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah, sungguh engkau
shalat sangat panjang sekali.. Lalu Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
saya shalat Roghbah Wa Rohbah, aku memohon kepada Rabbku.. hingga tiga
kali….” (Shahih lighairihi, HR Ahmad, Syeikh Syu’aib Al-Arna’ut menilai :
hadits ini Shahih lighairihi).
Dari hadits
diatas menunjukkan tentang sahnya shalat berjama’ah, sebagaimana yang dilakukan
Nabi bersama sahabat Mu’adz bin Jabal dalam Shalat Roghbah wa Rohbah secara
berjama’ah, Adapun Shalat Roghbah Wa Rohbah adalah shalat Dhuha. Hal ini
sebagaimana dalam hadits riwayat Anas bin Malik berikut ini:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ صَلَّى سُبْحَةَ الضُّحَى ثَمَانِ رَكَعَاتٍ, فَلَمَّا
انْصَرَفَ قَالَ: " إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ
رَبِّي ثَلَاثًا…..(اخرجه أحمد وابن حزيمة وضياء المقدسي والنسائي في سنن الكبرى
وغيره وصححه ابن حزيمة والأرناؤوط والهيثمي وحسنه الضياء المقدسي (مجمع الزوائد
(2/236 رقم 3411))
Artinya:
“Saya melihat
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam shalat DHUHA delapan raka’at di
saat safar (dalam perjalanan), tatkala telah selesai shalat, beliau berkata:
Sesungguhnya saya tadi sedang Shalat Roghbah Wa Rohbah (ya’ni: shalat
dengan penuh harap dan cemas), aku memohon kepada Rabbku.. hingga tiga kali….” (HR Ahmad, Ibnu
Khuzaimah, Nasa’I dalam Sunan Al-Kubro, dll. di nilai shahih oleh Ibnu
Khuzaimah, Al-Arna’ut, Al-Haitsami, dan di hasankan oleh Dhiya’ Al-Maqdisi
(Majma’ Az-Zawa’id (2/236 no. 3411))
(3). Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (602):
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " دَخَلَ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ فَأَتَوْهُ بِسَمْنٍ وَتَمْرٍ، فَقَالَ: « رُدُّوا هَذَا فِي وِعَائِهِ، وَهَذَا فِي سِقَائِهِ، فَإِنِّي صَائِمٌ»، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ تَطَوُّعًا فَقَامَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ وَأُمُّ حَرَامٍ خَلْفَنَا، قَالَ ثَابِتٌ: وَلَا أَعْلَمُ أنسا إِلَّا قَالَ: أَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ عَلَى بِسَاطٍ
Artinya:
“Dari Anas bin Malik bin Malik berkata: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam masuk (berkunjung) ke rumah Ummu Harom, lalu beliau di beri suguhan / hidangan minyak dan Kurma, Lalu beliau bersabda: "Kembalikan ini ke Wi’a’ nya (wadah kurma), dan ini ke saqo’nya (wadah minyak), karena sesungguhnya saya sedang berpuasa.,
lalu Nabi berdiri dan beliau sholat berjama'ah bersama kami (yaitu anas bin Malik) dua roka’at “shalat sunnah”, lalu berdirilah Ummu Sulaim, dan Ummu Harom, di belakang kami, Tsabit berkata: Aku tidak mengetahuinya kecuali perkataan Anas: Nabi menarikku hingga aku berdiri di sebelah kanannya diatas Tikar.” (Shahih, HR Abu Dawud (602), di shahihkan oleh Syeikh Al-Albani).
Nabi mengerjakan shalat sunnah secara berjama’ah bersama Anas bin Malik, Ummu Harom dan Ummu Sulaim, padahal saat itu beliau sedang berpuasa, ini menunjukkan bahwa beliau mengerjakan shalat Dhuha.
.
(4). Hadits
dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ ضَخْمٌ، لَا
يَسْتَطِيعُ أَنْ يُصَلِّيَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنِّي لَا أَسْتَطِيعُ
أَنْ أُصَلِّيَ مَعَكَ، فَلَوْ أَتَيْتَ مَنْزِلِي فَصَلَّيْتَ فَأَقْتَدِيَ بِكَ،
فَصَنَعَ الرَّجُلُ طَعَامًا، ثُمَّ دَعَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَنَضَحَ طَرَفَ حَصِيرٍ لَهُمْ، " فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ "، فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ آلِ الْجَارُودِ،
لِأَنَسٍ: وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى؟
قَالَ: " مَا رَأَيْتُهُ صَلَّاهَا إِلَّا يَوْمَئِذٍ "
Artinya:
Dari Anas bin
Malik radhiallahu ’anhu, beliau bercerita: “Ada seorang laki-laki (kalangan
Anshar) yang kegemukan badan, ia tidak bisa shalat bersama rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu laki-laki tadi berkata: "Saya tidak bisa
shalat (berjama’ah) bersama Anda (dikarenakan kegemukan badan), kalau
seandainya engkau mendatangi rumahku aku akan ikut shalat berjama’ah bersama
anda,.” Anas melanjutkan ceritanya: “Kemudian Laki-laki tadi membuatkan
makanan untuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan mengundang Nabi agar hadir
ke rumahnya. Maka dihamparkan “tikar” dan beliau memerciki bagian
ujung-ujungnya dengan air, kemudian shalat dua rakaat di atas tikar tersebut.”
Ada seseorang dari keluarga Al-Jarud bertanya kepada Anas: “Apakah Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam melaksanakan shalat dhuha?” jawab Anas: “Saya
belum pernah melihat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melaksanakan dhuha kecuali
hari itu.” (Shahih, HR. imam Ahmad (12328), imam Bukhori No.670, Al-Bazzar,
dll. Lafadz milik imam Ahmad, di shahihkan oleh syeikh Syu’aib Al-Arna’ut dalam
Tahqiq Musnad Ahmad).
. Hadis ini dibawakan oleh Bukhari dalam bab: “Apakah Imam shalat bersama orang yang tidak bisa berjamaah.” Karena zahir hadis menunjukkan bahwa beliau mengerjakannya berjamaah dengan orang Anshar tersebut.
.
Al Hafidz Al-Aini Rahimahullah menyebutkan beberapa pelajaran penting dari hadis ini. Diantara yang beliau sebutkan adalah bolehnya mengerjakan shalat sunah dhuha secara berjamaah. (Umdatul Qori, 5:196).
.
Faedah hadits diatas: Sesungguhnya seseorang yang kegemukan, yang membuatnya tidak mampu berjalan untuk datang ke Masjid (dalam shalat berjama’ah), Maka hal itu bisa menjadi Udzur / keringanan baginya untuk meninggalkan shalat berjama’ah. (Ibnu Rajab dalam Fathul Bari (6/92))
.
(5). A`idz bin Amr Radhiyallahu Anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Thabrani. Dari ‘A`idz bin Amr Radhiyallahu Anhu dia berkata,
.
عَنْ عَائِذِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ:
كَانَ فِى الْمَاءِ قِلَّةٌ، فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِى
قَدَحٍ أَوْ فِى جَفْنَةٍ فَنَضَحَنَا بِهِ، قَالَ: وَالسَّعِيدُ فِى أَنْفُسِنَا
مَنْ أَصَابَهُ، وَلاَ نُرَاهُ إِلاَّ قَدْ أَصَابَ الْقَوْمَ كُلَّهُمْ، قَالَ:
ثُمَّ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الضُّحَى.
. ”Suatu saat air sedikit, maka Rasulullah SAW pun berwudhu dengan air dalam satu gelas (qadah) atau satu mangkuk besar (jafnah). Lalu Rasulullah SAW menasehati kami karena sedikitnya air saat itu. Rasulullah SAW bersabda,’Orang yang bahagia di antara kita adalah orang yang terkena musibah, tapi dia tidak memperlihatkan itu kepada kita. Kecuali kalau musibah itu sudah menimpa semua orang dalam satu kaum.’ Kemudian Rasululullah SAW shalat Dhuha bersama-sama kami.” (Hasan lighairihi, HR Ahmad no 19721; Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, no 14462, syawahid ini di sebutkan oleh imam Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro (2/250)).
Hadits diatas yang menunjukkan Nabi shalat Dhuha berjama'ah adalah lafadz: Kemudian Rasululullah SAW shalat Dhuha bersama-sama kami (Ya'ni para sahabat).”
.
(6). . Riwayat dari Ubaidillah bin Abdillah bin ‘Uthbah, beliau megatakan:
.
دخلت على عمر بن الخطاب بالهاجرة، فوجدته
يسبح، فقمت وراءه، فقربني حتى جعلني حذاءه عن يمينه، فلما جاء (يرفأ) تأخرت فصففنا
وراءه
. “Aku masuk menemui Umar di waktu matahari sedang terik, ternyata aku melihat beliau sedang shalat sunnah, lalu aku berdiri di belakangnya dan beliau menarikku sampai aku sejajar dengan pundaknya di sebelah kanan. Ketika datang Yarfa’ (pelayan Umar) aku mundur dan membuat shaf berjama'ah di belakang Umar radhiallahu ’anhu.” (HR. Malik dalam Al Muwatha’ 523 dan dishahihkan Syaikh Al Albani di As Shahihah catatan hadis 2590).
.
Hadis ini dimasukkan Imam Malik di kitab Muwaththa’ dalam Bab Shalat Dhuha. Karena yang dimaksud waktu matahari sedang terik dalam hadis di atas, dipahami sebagai waktu Dhuha.
Dari perbuatan Umar ini bisa diambil kesimpulan, bahwa shalat sunnah Dhuha juga bisa dikerjakan secara berjama'ah.
.
(7). Riwayat Shahih dari Ibnu Abi Syaibah (7777) dari Ibn Mas’ud, bahwasanya beliau (Ibnu Mas’ud) melihat beberapa orang shalat dhuha bersama-sama di Masjid, kemudian beliau mengingkarinya, sambil mengatakan:
إِنْ كَانَ وَلَا بُدَّ فَفِي بُيُوتِكُمْ
. “Jika memang kalian semua ingin melaksanakan shalat dhuha juga -secara berjama'ah-, mengapa tidak di rumah kalian??.” (Shahih, HR Thabrani, Ibnu Abi Syaibah, di shahihkan oleh imam Al-Hatsami dalam Majma' Zawa'id (2/260), Lafadz milik Ibnu Abi Syaibah).
.
Dari Riwayat Ibnu Mas’ud diatas menunjukkan Shalat Dhuha secara berjama’ah lebih Layak untuk di kerjakan diluar Masjid (yaitu di Rumah).
.
Bahkan Ibnu Umar menganggap bid’ah jika shalat Dhuha di kerjakan secara berjama’ah terus menerus di Masjid.
Dari Mujahid Rahimahullah berkata:
.
عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا وَعُرْوَةُ
بْنُ الزُّبَيْرِ الْمَسْجِدَ، فَإِذَا نَحْنُ بِعَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ
فَجَالَسْنَاهُ، قَالَ: فَإِذَا رِجَالٌ يُصَلُّونَ الضُّحَى، فَقُلْنَا: يَا
أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا هَذِهِ الصَّلَاةُ؟ فَقَالَ: بِدْعَةٌ،
. “Saya dan Urwan bin Zubair masuk masjid, sementara Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu duduk menghadap ke arah kamarnya Aisyah. Kemudian kami duduk mendekat beliau. Tiba-tiba ada banyak orang melaksanakan shalat dhuha (di masjid). Kami bertanya: “Wahai Abu Abdirrahman, shalat apa ini?” Beliau (ibn Umar) menjawab: “Bid’ah..!” (HR. Ahmad 6126, kata Syaikh Al Arnauth: Sanadnya shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim).
.
TAMBAHAN:
.
Namun kadangkala Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam pernah shalat dua raka’at sunnah di masjid secara
berjama’ah
(tatkala menemui masjid Bani
Mu’awiyah di suatu daerah).
.
عن سعد بن أبي
وقاص: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أقبل ذات يوم من العالية حتى إذ مر بمسجد
بني معاوية دخل فركع فيه ركعتين وصلينا معه ودعا ربه
طَويلا ثمَّ انْصَرف إِلَيْنَا فَقَالَ سَأَلت رَبِّي.... فَذكره " (صحيح اخرجه
احمد، ومسلم وابن خزيمة، وابن حبان وغيره").
Artinya:
Dari Sa’ad bin Abi Waqas
Radhiyallahu Anhu : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
pernah datang dari Aliyah (perjalanan tempat yang tinggi), sesampai Masjid Bani
Mu’awiyah , beliau masuk ke masjid dan melakukan shalat sunnah dua Raka’at, dan
Kami shalat di belakang beliau, dan Rasulullah berdo’a lama sekali di dalam
shalat (sa’at sujud), kemudian setelah
selesai beliau menghadap ke kami, beliau berkata: “aku tadi sedang meminta
kepada Rabbku….” (HR Muslim (4/2216, no. 2890), Ahmad (1574), Ibnu
Khuzaimah (1217), Ibnu Hibban (7237), dll dengan matan yang panjang).
.
Dalam kesempatan lain, Nabi
Shalat delapan Raka’at sendirian :
.
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ " خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَى حَرَّةِ بَنِي مُعَاوِيَةَ فَاتَّبَعْتُ أَثَرَهُ حَتَّى ظَهَرَ
عَلَيْهَا فَصَلَّى الضُّحَى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ طَوَّلَ فِيهِنَّ….(اخرجه ابن أبي
شيبة في مصنفه وحسنه البوصري بشواهده في اتحاف الخيرة المهرة (2/398 رقم (1759))
Artinya:
Dari Hudzaifah bin Yaman
Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pergi ke
daerah Bani Mu’awiyah (untuk shalat di Masjid tersebut), lalu akupun
mengikutinya jejak kakinya, sampai aku bertemu Rasulullah dan beliau ternyata shalat
Dhuha delapan Raka’at dengan memperpanjang shalatnya…dst. (Hasan dengan Syawahidnya, HR Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushannafnya, di hasankan oleh imam Al-Bushiri dalam Kitabnya
“Ithaful Khiroh Al-Maharoh (2/398 no. 1759))
.
Contoh dari para Sahabat Yang
Shalat Dhuha di Masjid
.
Dalam riwayat lain:
.
Dalam hadits Nabi disebutkan:
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى عَلَى مَسْجِدِ قُبَاءَ، أَوْ دَخَلَ مَسْجِدَ قُبَاءَ،
بَعْدَمَا أَشْرَقَتِ الشَّمْسُ، فَإِذَا هُمْ يُصَلُّونَ فَقَالَ: " إِنَّ صَلَاةَ
الْأَوَّابِينَ كَانُوا يُصَلُّونَهَا إِذَا رَمِضَتْ الْفِصَالُ "
Artinya:
Dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam mendatangi masjid Quba’ atau masuk ke masjid Quba’ setelah
terbitnya matahari, tiba-tiba mereka (para sahabat) mengerjakan shalat Dhuha,
Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Shalatnya
awwabin adalah shalatnya seseorang disaat anak unta merasakan kakinya kepanasan
karena terbakar panasnya pasir.” (Shahih, HR Ahmad (32/92 no. 19346), Ibnu
Abi Syaibah (2/173 no. 7785), dll. Lafadz Milik Imam Ahmad. Di shahihkan oleh
Syeikh Syu’aib Al-Arna’ut dalam Tahqiq Musnad Ahmad).
Dalam riwayat lain:
.
عَنْ زَيْدِ
بْنِ أَرْقَمَ: أَنَّهُ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّون
الضُّحَى فِي مَسْجِدِ قُبَاء فَقَالَ: لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلَاةَ فِي
غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: (صَلَاةُ
الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الفصال)
(رواه ابن حبان وأحمد والبزار وغيره وصححه البيهقي والهيثمي
والألباني والأرناؤوط)
Artinya:
Zaid bin Arqam
Radhiyallaahu ‘anhu melihat orang-orang sedang mengerjakan shalat dhuha di Masjid Quba’, maka ia berkata: Ketahuilah,
orang-orang itu sungguh mengetahui bahwa shalat (dhuha) di selain waktu ini
lebih utama. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalatnya
awwabin adalah tatkala anak unta merasakan kakinya kepanasan karena terbakar
panasnya pasir.” (HR. Muslim no. 1743)
.
Waktu yang demikian itu, kata
Al-Imam Ash-Shan’ani Rahimahullah adalah ketika matahari telah tinggi
dan panasnya terasa. (Subulus Salam, 3/50)
.
Al-Imam An Nawawi Rahimahullah
berkata, “Ar-Ramdha’ adalah pasir yang panasnya bertambah sangat karena
terbakar matahari. Shalat awwabin adalah saat kaki-kaki anak unta yang masih
kecil terbakar karena menapak/menginjak pasir yang sangat panas. Awwab adalah
orang yang taat. Ada yang mengatakan awwab adalah orang yang kembali dengan
melakukan ketaatan. Dalam hadits ini ada keutamaan shalat di waktu tersebut
dan ia merupakan waktu yang paling utama untuk mengerjakan shalat dhuha,
walaupun shalat dhuha boleh dikerjakan dari mulai terbitnya matahari sampai
tergelincirnya.” (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, 6/272)
.
TAMBAHAN:
.
Shalat Dhuha juga di syari’atkan
Ketika Safar / Bepergian.
.
Dalam hadits Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam:
.
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ صَلَّى سُبْحَةَ الضُّحَى ثَمَانِ رَكَعَاتٍ, فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: "
إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ
رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا…..(اخرجه أحمد وابن حزيمة وضياء
المقدسي والنسائي في سنن الكبرى وغيره وصححه ابن حزيمة والأرناؤوط والهيثمي وحسنه الضياء المقدسي (مجمع الزوائد
(2/236 رقم 3411))
Artinya:
“Saya melihat Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam shalat dhuha delapan raka’at di saat safar (bepergian jauh), tatkala
telah selesai shalat, beliau berkata: Sesungguhnya saya tadi shalat dengan penuh
harap dan cemas, aku memohon kepada Rabbku.. hingga tiga kali…. (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Nasa’I dalam Sunan Al-Kubro, dll. di
shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al-Arna’ut, Al-Haitsami, dan di hasankan oleh
Dhiya’ Al-Maqdisi (Majma’ Az-Zawa’id (2/236 no. 3411))
Jadi Kesimpulannya: Shalat Dhuha lebih utama di kerjakan di Rumah dengan Variasi (kadang sendiri-sendiri, dan ini yang sering di lakukan Rasulullah, Kadang-kadang bisa dilakukan dengan berjama'ah, mungkin berjama'ah seminggu sekali atau seminggu dua kali. Boleh juga Shalat Dhuha untuk di kerjakan di masjid dan dimanapun saja jika benar-benar tidak memungkinkan untuk shalat di rumah. Boleh juga dikerjkan ketika safar (kerika bepergian jauh).
Maraji’:
Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shalah, Karya Syeikh Mahmud Abdul LathifFathul Bari Syarah Shahihil Bukhari Karya Ibnu Hajar Al-Asqalani
Umdatul Qari Syarah Shahihil Bukhari Karya Al-Hafidz Al-Aini, dll
.
Penulis: Lilik Ibadurrohman, S.Th.I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar