Selasa, 10 Februari 2015

SHOLAT TASBIH ADALAH SHOLAT YANG DI SYARI'ATKAN



 
 
TENTANG SHOLAT SUNNAH “TASBIH”

Hadits Nabi :

Tentang shalat tasbih yang ditanyakan, nash haditsnya adalah sebagai berikut,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَـلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعطِيْكُ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحَبُوِكَ أَلاَ أَفَعَلُ بِـكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْـتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوْلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمـَهُ وَحَدِيْثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيْرَهُ وَكَبِـيْرَهُ سِـرَّهُ وَعَلاَنِيَـتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبـَعَ رَكَعَاتٍ تَكْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقِرَائَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُلِ لِلَّهِ وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِي سَـاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَـاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْـجُدُ فَتَقُولُهَا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ بُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَـنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُركَ مَرَّةً
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul Muththalib, “Hai Abbas, hai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni dosamu: dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Engkau shalat empat rakaat.
Pada setiap rakaat engkau membaca al-Fatihah dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat) pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca, ‘Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar’ sebanyak 15 kali. Kemudian ruku’, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali.
Kemudian engkau turun sujud, ketika sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali.
Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka (lakukan) setiap tahun sekali! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) sekali dalam umurmu.

Takhrij Hadits

Hadits riwayat Abu Dawud 1297; Ibnu Majah, 1387; Ibnu Khuzaimah, 1216; al-Hakim dalam Mustadrak, 1233; Baihaqi dalam Sunan Kubra, 3/51-52, dan lainnya dari jalan Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam, dari Abu Syu’aib Musa bin Abdul Aziz, dari Hakam bin Abban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Sanad ini berderajat hasan dengan penguatnya.

Hadits ini juga memiliki banyak jalan yang menguatkan, sehingga sangat banyak ulama Ahli Hadits yang menguatkannya. Dalam riwayat lain disebutkan,

عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ قَالَ حَدَّثَنِي رَجُل كَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ يَرَوْنَ أَنَّهُ عَنَّهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ائْتِنِي غَدًا اَحءبُوكَ وَأُثِـيْبُكَ وَأَعْطِيْكَ حَتَّى ظَنَنءتُ أَنَّهُ يُعْطِينِي عَطِيَّة قَالَ إِذَا زَالَ النَّهَارُ فَقثمْ فَصَلّ أَرْبَـعَ رَكَعَاتٍ فَذَكَرَ نَحَوَهُ قَالَ ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَـكَ يَعْنِي مِنْ السَّجْدَةِ الثَّالِيَةِ فَاسْتَوِ جَالِسًا وَلاَ تَقثمْ حَتَّى تُسَبِّحَ عَشْرًا وَتَحْمَدَ عَشْرًا وَتُكَبِّرَ عَشْرًا وَتُهَلِّلَ عَشْرًا ثُمَّ تَصْنَعَ ذَلِكَ فِي الأَرْبَعِ الرَّكَعَاتِ قَالَ فَإِنَّكَ لَوْكُنْتَ أَعُظَمُ أَهْلِ الْـأَرْضِ ذَنْبًا غُفِرَ لَكَ بِذَلِكَ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أُصَلِّيَهَا تِلْكَ الـسَّـاعَةَ قَالَ صَلِّهَا مِنْ اللَّيْـلِ وَالنَّهَار
Artinya:
“Dari Abul Jauza’, dia berkata, ‘Telah bercerita kepadaku seorang laki-laki yang termasuk sahabat Nabi. Orang-orang berpendapat, dia adalah Abdullah bin Amr, dia berkata, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku,
‘Datanglah kepadaku besok pagi. Aku akan memberimu hadiah, aku akan memberimu kebaikan, aku akan memberimu.’ Sehingga aku menyangka, bahwa beliau akan memberiku suatu pemberian. Beliau bersabda, ‘Jika siang telah hilang, berdirilah, kemudian shalatlah empat rakaat’ (Kemudian dia menyebutkan seperti hadits di atas)
Beliau bersabda, ‘Kemudian engkau angkat kepalamu –yaitu dari sujud kedua-, lalu duduklah dengan sempurna, dan janganlah kamu berdiri sampai engkau bertasbih sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali, dan bertahlil sepuluh kali. Kemudian engkau lakukan itu dalam empat rakaat.
Sesungguhnya, jika engkau adalah penduduk bumi yang paling besar dosanya, engkau diampuni dengan sabab itu.’ Aku (sahabat itu) berkata, ‘Jika aku tidak mampu melakukannya pada saat itu?’ Beliau menjawab, ‘Shalatlah di waktu malam dan siang.’” (HR. Abu Dawud, no. 1298).

Juga diriwayatkan Thabarani dan Ibnu Majah, no. 1386, pada akhir hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَلَوْ كَانَتْ ذُنُوْبُكَ مِثْلَ رَمْلِ عَالِجٍ غَفَرَهَا اللهُ لَكَ
Artinya:
 Seandainya dosa-dosamu semisal buih lautan atau pasir yang bertumpuk-tumpuk, Allah mengampunimu. (Dishahihlan al-Albani dalam Shahih at-Targhib Wat Tarhib, 1/282).

Syeikh Nasiruddin Al-Albani berkata: Hadits (Tentang Sholat Tasbih) adalah Hadits Shohih, dan telah di kuatkan oleh para ulama’ (tentang keshohihan hadits –sholat tasbih-) diantaranya : Imam Abu Bakar Al-Ajurri, Ibnu Mandah, Abu Muhammad Abdurrohim Al-Mishri, Abul Hasan Al-Maqdisi, Al-Mundziri dan Ibnu Sholah. (Lihat komentar Syeikh Al-Albani dalam kitabnya: Shohih Abu Dawud (jilid 5 / hal. 40)).

BERIKUT INI ADALAH TAKHRIJ HADITS PARA ULAMA’ TENTANG SHOLAT SUNNAH TASBIH:


Jalur PERTAMA: Dari Abdulloh bin Abbas

Imam Abu Dawud berkata: Telah menceritakan kepada kami “Abdurrohman bin Bisyr bin Al-Hakam An-Naisaburi, Telah menceritakan kepada kami Musa bin Abdul Aziz, Telah menceritakan kepada kami Al-Hakam bin Aban, Dari Ikrimah, Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma secara Marfu’ :
Hanya Saja Jalur Ini Dho’if. 1. Musa bin Abdul Aziz adalah Perowi dho’if (Shoduq Syyi’ul Hifdz). 2. Al-Hakam bin Aban juga perowi dho’if (Shoduq Lahu Auham).  (Lihat: Shohih Abu Dawud: hal. 5/40, no. 1173)
Namun Ada Jalur Yang Bersanad HASAN dari Abdullah bin Abbas Secara Marfu’.  Yaitu sanadnya Yang disebutkan oleh Al-Khotib Al-Baghdadi: dari Rouh bin Musayyib dan Ja’far bin Sulaiman, Dari Amru bin Malik, dari Abul Jauza’, dari Ibnu Abbas secara Marfu’. Syeikh Al-Albani: Sanadnya HASAN Insya Allah (Shohih Sunan Abu Dawud : 5/43, no. 1174)




Jalur KE-DUA: Dari Abdullah bin Umar

Imam Al-Hakim berkata: Telah menceritakan kepada Kami Abu Ali –Al Hasan bin Ali, Dari Kami Ahmad bin Dawud bin Abdul Ghifar, Dari Kami Ishaq bin Kamil, Dari Idris bin Yahya, Dari Haiwah bin Syuroih, Dari Yazid bin Abi Habib, Dari Nafi’, Dari Abdullah bin Umar secara Marfu’:
Hanya saja didalam Sanad hadits ini ada Perowi Pendusta: Yaitu ‘Ahmad bin Dawud bin Abdul Ghifar’ , Dan di riwayatkan pula oleh Abu Abu hatim Ar-Rozi, dari Abu Ghossan[Mu’awiyah bin Abdullah Al-Laitsi], Dari Abdullah bin Nafi’, Dari Abdullah Al-Umari, Dari Nafi’, Dari Ibnu Umar secara Marfu’
Hanya saja didalam Sanad hadits ini ada Perowi Dho’if: Yaitu ‘Abdullah Al-Umari. Sehingga Sanad Hadits ini DHO”IF.
 


Jalur KE-TIGA: Dari Sahabat “Abu Rofi’

Imam Ad-Daruqutni berkata: Telah menceritakan kepada Kami Abu Ali –Al i bin Muhammad bin Ahmad bin Jahm, Dari Kami Ahmad bin Yahya bin Malik As-Susi, Dari Zaid bin Al-Hubbab, Dari Musa bin Ubaidah Ar-Rubadzi, Dari Sa’id bin Abi Sa’id, Dari Nafi’, Dari Abdullah bin Umar secara Marfu’:
Hanya saja didalam hadits ini ada Perowi Dho’if: Yaitu ‘Musa bin Ubaidah Ar-Rubadzi, Sehingga sanad hadits ini DHO’IF



Jalur KE-EMPAT: Jalur Ummu Salamah

Hal Ini Sebagaimana di Riwayatkan Oleh Imam Abu Nu’aim –dengan Sanad Sanadnya Sampai ke Ummu Salamah, Namun di dalam Sanad Ini Terdapat Perowi Dho’if, Yang bernama: Amru bin Jami’ (Sehingga Sanad Hadits Ini DHO’IF)



Jalur KE-LIMA: Dari Abdulloh bin Ja’far

Hal Ini Sebagaimana di Riwayatkan Oleh Imam Daruqutni –dengan Sanad Sanadnya Sampai ke Abdulloh bin Ja’far, Namun di dalam Sanad Ini Terdapat Perowi Dho’if, Yang bernama: Abdullah bin Ziyad bin Sam’an (Sehingga Sanad Hadits Ini DHO’IF)



Jalur KE-ENAM: Dari Ja’far bin Abdul Muthollib


Hal Ini Sebagaimana di Riwayatkan Oleh Imam Daruqutni –dengan Sanad Sanadnya Sampai ke Ja’far bin Abdul Muthollib, Namun di dalam Sanad Ini Terdapat Perowi Dho’if, Yang bernama: Abdul Malik bin Harun bin Antaroh (Sehingga Sanad Hadits Ini DHO’IF)



Jalur KE-TUJUH: Dari Abdullah Bin Amru bin Ash

Imam Abu Dawud berkata: Telah meriwayatkan kepada kami “Muhammad bin Saflayan Al-Ubla, Telah menceritakan kepada kami Hibban bin Hilal Abu Hubaib, Telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun, Telah menceritakan kepada kami Amru bin Malik, Abu Janab dan Mustamir bin Royyan,  Dari Abul Jauza’, Dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu Anhuma secara Marfu’ (Dari Nabi):
Hadits ini juga diriwayatkan Secara Mauquf dari Abdullah Bin Amru bin Ash dengan Sanad HASAN,
dan Hadits ini Juga diriwayatkan dari Nabi dengan Sanad HASAN Pula melalui jalur Abdullah bin Amru bin Ash.
            Jalur Sanad hadits ini adalah HASAN, baik Marfu’ maupun Mauquf, Semua perowinya ini Bagus (Hasan). Mustamir bin Royyan : Tsiqoh (Hafalannya Kuat).
Syeikh Al-Albani berkata: (Hadits ini) Hasan Shohih.
(Lihat : Shohih Abu Dawud Karya Syeikh Al-Albani (5/42, no. 1174))



Jalur KE-DELAPAN: Dari  AL-ANSHORI

Imam Abu Dawud berkata: Telah meriwayatkan kepada kami “Abu Taubah Robi’ bin Nafi’, Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhajir, Dari Urwah bin Ruwaim, Dari Al-Anshori Radhiyallahu Anhuma secara Marfu’ :
Ibnu Hajar berkata: Al-Anshori ini Namanya: Abu Kabsyah Al-Anmari Radhiyallahu Anhu.
Imam Al-Mizzi berkata: Al-Anshori ini Namanya: Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu.
 JADI: Jalur hadits ini adalah shohih, karena semua perowinya tsiqoh (Kuat Hafalannya) Adapun Abu Kabsyah dan Jabir bin Abdillah –keduanya gurunya Urwah bin Ruwaim. Jadi Sanadnya Hadits ini adalah SHOHIH Marfu’.
(Lihat : Shohih Abu Dawud Karya Syeikh Al-Albani (5/44, no. 1175))


Kesimpulan:

Dari Julur Sanad-sanad diatas, Secara keseluruhan sanad-sanadnya dho’if, kecuali Jalur  Pertama, ke-Tujuh dan ke-Delapan. Sehingga hadits ini bernilai shohih –dengan jalur Abdullah bin Abbas (Jalur Pertama), Abdullah bin Amru bin Ash (Jalur ke Tujuh). dan juga Sahabat Al-Anshori (Jalur ke Delapan).

KOMENTAR PARA ULAMA’

Ulama yang Melemahkan Hadits Shalat Tasbih

Sebagian ulama melemahkan hadits shalat tasbih. Di bawah ini di antara ulama yang melemahkan tersebut:
1.        Ketika mengomentari hadits shalat tasbih yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Abu Bakar Ibnul A’rabi berkata, “Hadits Abu Rafi’ ini dha’if, tidak memiliki asal di dalam (hadits) yang shahih dan yang hasan. Imam Tirmidzi menyebutkannya hanyalah untuk memberitahukannya agar orang tidak terpedaya dengannya.” (Tuhfzatul Ahwadzi Syarh Tirmidzi, al-Adzkar karya an-Nawawi, hal. 168).

Ulama yang Menguatkan

Sejumlah ulama besar Ahli Hadits telah menguatkan menshahihkan hadits shalat tasbih, di antaranya:
1.      Ar-Ruyani rahimahullah berkata dalam kitab al-Bahr, di akhir kitab al-Janaiz, “Ketahuilah, bahwa shalat tasbih dianjurkan, disukai untuk dilakukan dengan rutin setiap waktu, dan janganlah seseorang lalai darinya.”

2.      Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 689 H) berkata, “Disukai untuk melakukan shalat tasbih.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 47, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan).

3.      Syaikh as-Sindi (wafat 1138 H) berkata, “Hadits ini (shalat tasbih) telah dibicarakan oleh huffazh (para ulama ahli hadits). Yang benar, bahwa hadits ini hadits tsabit (kuat). Sepantasnya orang-orang mengamalkannya. Orang-orang telah menyebutkannya panjang lebar, dan aku telah menyebutkan sebagian darinya dalam catatan pinggir kitab (Sunan) Abu Dawud dan catatan pinggir kitab al-Adzkar karya an-Nawawi.” (Ta’liq dalam Sunan Ibnu Majah, 1/442).

4.      Syaikh al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits shalat tasbih ini dalam kitab Shahih at-Targhib Wat Targhib, 1/281.

5.      Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari berkata mengomentari perkataan Ibnu Qudamah di atas, “Banyak ulama telah menshahihkan isnad hadits shalat tasbih, dan lihatlah (kitab al-Atsar al-Marfu’ah Fil Akhbar al-Maudhu’ah, hal. 123-143, karya al-Laknawi rahimahullah. Beliau telah mengumpulkan jalur-jalur itu dengan sangat banyak.” (Catatan kaki Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 47, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan).

6.      Syaikh Salim al-Hilali menshahihkan hadits shalat tasbih dalam kitab beliau Mukaffiratudz Dzunub.

Maroji’:
Shohih Abu Dawud Karya: Syeikh Al-Albani
Tuhfzatul Ahwadzi Syarh Tirmidzi Karya Imam Al-Mubarokfuri
Mukhtashor Minhajul qosidin Karya Ibnu Qudamah, dll

Penulis:
Ustd. Lilik ibadurrohman, S.Th.I



Tidak ada komentar:

Posting Komentar